Habis Gelap Terbitlah Terang

Kastara.ID, Jakarta — Kesetaraan atau kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu  dan berpartisipasi dalam berbagai  bidang dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan yang menjadi salah satu perjuangan RA Kartini masih menjadi salah satu isu utama perempuan hingga saat ini.

Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta yang juga Aktivis Perempuan Fahira Idris mengungkapkan, tuntutan kesetaraan menjadi sebuah keniscayaan. Ini karena sejarah perjalanan bangsa Indonesia tidak lepas dari peran perempuan. Di tiap masa perjalanan bangsa ini selalu melahirkan sosok-sosok perempuan hebat yang punya dedikasi tinggi terhadap kemajuan bangsa. Agar kesetaraan dapat tercapai, lanjut Fahira, harus tercipta kemitraan atau partnership atau kerja sama antara perempuan dan laki-laki dalam berbagai sendi kehidupan mulai dari keluarga, masyarakat sampai kehidupan berbangsa.

“Saat ini dan ke depan, kesetaraan yang perlu didorong dan diwujudkan adalah persamaan substantif untuk memberikan akses atau ruang gerak, partisipasi, keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan antara perempuan dan laki-laki dalam pembangunan, sehingga manfaat dan hasil pembangunan benar-benar dapat dirasakan secara adil antara perempuan dan laki-laki sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masing-masing,” ujar Fahira Idris dalam keterangannya terkait Hari Kartini 2023 kepada Kastara.ID, Jumat (21/4) petang.

Oleh karena itu, menurut Fahira Idris, di Indonesia saat ini harus terus dibangun pola pikir atau paradigma bahwa sebenarnya perempuan dan laki-laki adalah sumber daya potensial pembangunan yang keberadaannya menentukan target keberhasilan dari pembangunan itu sendiri. Strategi agar pola pola pikir ini terbangun adalah dengan menempatkan lebih banyak perempuan-perempuan di badan-badan publik mulai dari eksekutif, yudikatif, legislatif atau parlemen.

Selain itu juga yang sangat penting adalah menjadikan perempuan sebagai aset dan potensi pembangunan dengan satu tujuan yaitu mempunyai kemandirian terutama secara ekonomi dan sosial. Dengan berdaya secara ekonomi atau menjadi pelaku kegiatan-kegiatan produktif dan sosial sehingga mampu memutuskan yang terbaik bagi diri, lingkungan, dan bangsa maka perempuan Indonesia akan menjadi agent of change, baik bagi dirinya sendiri, keluarga, lingkungan, dan masyarakat sekitar.

“Paradigma bahwa urusan publik adalah urusan laki-laki, tidak lagi relevan saat ini. Ini karena, urusan publik adalah urusan bersama, baik laki-laki maupun perempuan. Laki-laki tidak sekadar berjalan di sektor publik dan perempuan berjalan di sektor domestik. Keduanya memiliki peran yang sama. Pendikotomian peran menjadi tidak adil, terutama bagi perempuan. Terlebih, berbuat baik bagi sesama dan bagi kemajuan bangsa merupakan tugas laki-laki dan perempuan,” pungkas Fahira Idris. (dwi)