Masyita Crystallin

Kastara.ID, Jakarta – Pandemi Covid-19 memberi efek domino pada aspek kesehatan, sosial, ekonomi dan keuanga. Oleh karenanya, Pemerintah memfokuskan kebijakan-kebijakannya di tiga hal besar, yaitu kebijakan kesehatan (health policies), jaring pengaman sosial (social safety net) dan dukungan kepada private sector terutama untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

“Hal ini dilakukan karena krisis kali ini berbeda dengan krisis tahun 1998 dan 2008. Dulu UMKM adalah shock absorber krisis yang merupakan blessing in disguise Indonesia. Tapi, kali ini UMKM justru yang terpukul paling pertama karena nature of the pandemi,” ungkap Masyita Crystallin, staf khusus Menteri Keuangan, dalam acara Covid-19 Update: Indonesia’s Economic and Political Review 2020. Dalam diskusi yang dipandu Donny Agustiady, Direktur PwC Indonesia, turut hadir Andry Asmoro (Chief Economist of Bank Mandiri), Ralph Van Doorn (Senior Economist World Bank Indonesia), Yongky Susilo (Dewan pakar HIPPINDO), dan Bambang Harymurti (Komisaris Tempo Inti Media).

Lebih lanjut Masyita menerangkan bahwa dalam penanganan dan pemulihan ekonomi Pemerintah melakukan tiga hal. Pertama, menjaga konsumsi dengan subsidi, bansos dan tambahan stimulus konsumsi untuk industri yang terdampak, restoran dan transportasi. Kedua, mendukung dunia usaha untuk mengurangi kemungkinan PHK yang masif dengan subsidi bunga, penundaan angsuran pokok, insentif kepabeanan dan cukai, dan penyertaan modal negara. Ketiga, mendukung perdagangan ekspor dan impor dengan insentif pajak, insentif kepabeanan dan cukai, pengurangan larangan dan pembatasan (lartas), peningkatan dan percepatan layanan ekspor-impor dan pengawasan melalui National Logistic Ecosystem.

Selain itu, Pemerintah juga memberikan bantuan subsidi bunga dan penjaminan untuk kredit modal kerja untuk sektor UMKM dengan penempatan modal pemerintah dan penjaminan melalui Jamkrindo dan Askrindo. Hal ini dilakukan agar dunia usaha tetap produktif di tengah pandemi sambil Pemerintah juga menjaga daya beli masyarakat dengan bansos dan cash transfer.

Lebih lanjut, untuk mendukung dunia usaha pemerintah memberikan berbagai insentif perpajakan mulai dari Pph 21 ditanggung pemerintah, pembebasan pasal 22 impor, pengurangan angsuran pasal 25, pengembalian pendahuluan Ppn serta penurunan Pph badan. Keseluruhan insentif perpajakan ini berjumlah Rp 123,01 triliun.

Untuk pemulihan ekonomi daerah sendiri, Pemerintah melakukan beberapa dukungan APBN untuk Pemerintah Daerah berupa tambahan Dana Insentif Daerah (DID) yang bersumber dari dana cadangan BUN sebesar Rp 5 Triliun dan pengelontoran dana cadangan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik sebesar Rp 9.1 Triliun untuk pembangunan fisik yang bersifat padat karya. Ditambah lagi, Pemerintah Pusat menyediakan fasilitas pinjaman untuk Pemerintah Daerah sebesar Rp 1 triliun. “Dukungan ini diharapkan membuat roda perekonomian di daerah bisa terus berputar,” ujar Masyita.

Paparan Masyita diamini oleh Andry Asmoro, Chief Economist Bank Mandiri. Andri mengatakan bahwa krisis kali ini berbeda dengan krisis-krisis sebelumnya. “Jika pada krisis ekonomi 1998 dan 2008, kita hanya berfokus pada masyarakat miskin. Pada krisis kali ini kita juga berfokus pada kelas menengah yang juga rentan menjadi miskin pada saat pandemi,” katanya.

Andry menyambut baik program stimulus Pemerintah karena pada saat krisis ini, bank harus tetap prudent dan berhati-hati dalam menyalurkan kredit. Kemungkinan besar perbankan juga akan lebih banyak menyalurkan kredit ke industri-industri yang prospektif di masa pandemi seperti farmasi, telekomunikasi dan barang kebutuhan sehari-hari.

Hal senada disampaikan Yongky Susilo dari Hippindo yang menyampaikan saat ini semua anggotanya mengalami tekanan yang besar karena krisis pandemi ini. Di semester pertama ini dunia usaha masih tertolong oleh bulan puasa, lebaran dan pemberian THR. Setelah itu dunia usaha bisa turun jika tidak didukung oleh Pemerintah. “Pemerintah baik Pusat dan Daerah bisa membantu dunia usaha dengan menjaga cash para pengusaha dengan menghilangkan pajak atau pungutan lain yang baik. Misalnya, Pajak Bumi dan Bangunan, Retribusi Parkir atau Pajak Advertising. Jika ini dilakukan sampai Desember tahun ini akan sangat membantu pengusaha agar bisa bangkit di tahun depan,” kata Yongky.

Sementara Adolf van Dorn dari World Bank menyatakan hal senada bahwa Indonesia harus melakukan beberapa hal dalam pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19 ini. Pertama, meminimalkan dampak kesehatan dengan pembatasan mobilitas masyarakat. Kedua, membantu masyarakat miskin, rentan, dan sektor informal. Ketiga, mendukung dunia usaha untuk meninjau ulang bisnisnya dan hibernasi. Keempat, melakukan reformasi struktural untuk menyiapkan pulihnya ekonomi di tahun depan.

Dengan melakukan beberapa hal yang telah diprioritaskan dalam menangani Pandemi ini, semua pihak berharap ekonomi Indonesia bisa bertahan sampai akhir tahun ini dan mencapai target pertumbuhan ekonomi 2.3% sebagaimana yang diharapkan. Juga bisa pulih dan normal kembali di tahun depan. (mar)