Rektor UI

Kastara.ID, Jakarta – Pemerintah secara resmi mengizinkan Rektor Universitas Indonesia (UI) melakukan rangkap jabatan. Hal ini setelah pemerintah melakukan reviai terhadap Peraturan Pemerintah (PP) 68/2013 menjadi PP 75/2021 tentang Statuta Universitas Indonesia (UI).

Dalam aturan lama, Rektor UI dilarang rangkap jabatan sebagai komisaris Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/BUMD). Aturan tersebut terdapat pada Pasal 35 huruf c Statuta UI. Namun dalam aturan yang baru Rektor UI dilarang rangkap jabatan hanya untuk posisi Direksi BUMM/BUMD atau perusahaan swasta. Sehingga jika menjadi komisaris, Satuta UI yang baru memperbolehkannya.

Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) UI Saleh Husin dalam keterangannya (20/7) mengaku baru menerima salinan aturan baru tersebut. Menurutnya, pihak MWA akan mempelajari dan membahasnya. Saleh mengatakan, proses pembahasan revisi statuta UI sudah diperbincangkan pada Desember 2019 lalu. Ia pun berterima kasih pada pemerintah yang telah memberikan pedoman baru bagi UI agar mampu berkembang lebih baik lagi.

Perubahan Statuta UI tersebut langsung menuai kritikan berbagai pihak. Banyak yang menyebut pemerintahan plin-plan dalam bersikap. Tindakan pemerintah tersebut diyakini dilakukan hanya lantaran Rektor UI saat ini Profesor Ari Kuncoro melakukan rangkap jabatan dengan menjadi Wakil Komisaris Utama dan Komisaris Independen PT Bank Rakyat Indonesia atau BRI. Ari diangkat melalui Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPTS) BRI pada 18 Februari 2020.

Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu menilai pemerintah sedang memperlihatkan arogansi secara vulgar dengan merevisi Statuta UI. Saat berkomentar (20/7), Said mengatakan, tindakan tersebut membuktikan bahwa aturan dibuat tidak untuk ditaati, tapi hanya untuk kepentingan penguasa. Menurutnya, Indonesia saat ini bukan lagi negara hukum tapi negara kekuasaan.

Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti juga mengkritik keputusan pemerintah yang memperbolehkan Rektor UI rangkap jabatan. Saat memberikan keterangan (30/7), Bivitri menilai langkah pemerintah itu aneh dan sangat menggambarkan politik hukum negara belakangan ini.

Menurut Bivitri, seharusnya persoalan rangkap jabatan Ari Kuncoro itu diperbaiki, bukan dengan mengubah peraturannya. Jika yang keliru adalah pejabatnya seharusnya perilaku tersebut diperbaiki. Tapi anehnya pemerintah justru mengubah aturan agar pejabat tersebut bisa bebas melakukan apa saja.

Bivitri menilai, belakangan ini peraturan di Indonesia cenderung dibuat hanya untuk melegitimasi keinginan pemangku kebijakan, tanpa mengedepankan prinsip good governance hingga etika.

Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari menilai, perubahan tersebut tidak berlaku surut. Pasalnya Prof Ari Kuncoro diangkat menjadi Rektor UI menggunakan statuta lama. Meskipun statuta telah diubah, Feri menyebut rangkap jabatan yang dilakukan Prof Ari Kuncoro batal demi hukum.

Feri mengatakan, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) dapat memberhentikan Ari Kuncoro lantaran telah melanggar PP 68/2013 karena menjabat sebagai komisaris Bank BRI. Bahkan, persoalan rangkap jabatan Rektor UI menurut Feri bisa digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Sementara ekonom sekaligus pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE UI) Faisal Basri melalui cuitan di akun twitternya, @FaisalBasri mengatakan, pemerintah lebih mementingkan menyelamatkan Prof Ari Kuncoro ketimbang memajukan UI. “Luar biasa Presiden @jokowi,” tulis Fasial. (ant)