Otto Somputan

Kastara.ID, Jakarta – Kepala Kejaksaan Negeri Lombok Tengah Otto Somputan menjelaskan dan mengklarifikasi terkait penahanan empat ibu rumah tangga (IRT) yang menjadi tersangka perkara tindak pidana pengrusakan gudang tembakau di Kecamatan Kopang, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Keempat tersangka yakni HT, NH, MT, dan FT disangka melanggar Pasal 170 ayat 1 KUHP.

“Jadi memang benar pada hari Selasa tanggal 16 Februari 2021 sekitar pukul 10.00 WITA bertempat di kantor Kejaksaan Negeri Lombok Tengah telah berlangsung tahap dua atas atau penyerahan tersangka dan barang bukti kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas nama tersangka Hultiah dan kawan-kawan yang disangka melanggar Pasal 170 ayat 1 KUHP,” kata Otto Somputan didampingi Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat, Tomo, dalam konferensi pers secara virtual di Kejagung, Jakarta, semalam (22/2).

Ia menjelaskan bahwa pada 3 Februari 2021 tepatnya 7 hari sejak Jaksa Penuntut Umum (JPU) menerima berkas perkara tersebut, Jaksa Penuntut Umum menerbitkan P-21 dengan nomor B-255/N.2.1/Eku.1/02/2021.

Selanjutnya, jelas dia, pada 16 Februari 2021 tepatnya pukul 10.00 WITA Penyidik Polres Lombok Tengah menghadapkan tersangka dan barang bukti disertai dengan surat kesehatan yang menyatakan bahwa para tersangka dalam keadaan sehat.

Para tersangka setelah dilakukan pemeriksaan tahap 2 oleh Jaksa Penuntut Umum memberikan keterangan yang berbelit belit dan tidak kooperatif.

Otto Somputan menyatakan bahwa pihaknya pun sempat memberikan kesempatan untuk berdamai melalui upaya Restoratif Justice dan penanguhan penahanan. Namun ke empat tersangka tetap menolak dengan alasan bahwa apa yang sudah mereka lakukan itu adalah benar. Mereka merasa tidak bersalah, jadi mereka tidak mau berdamai dengan korban dan juga tidak mau pula mengajukan penangguhan penahanan.

“Kami selaku penuntut umum sudah menawarkan kepada para tersangka, mereka berhak untuk mendapatkan penahanan rumah atau penahanan kota dengan mengajukan surat permohonan yang ditandatangani oleh pemohon yang isinya mereka menjamin tidak akan melarikan diri, merusak barang bukti atau menghilangkan barang bukti atau melakukan tindak pidana lain,” jelas dia.

Menurut dia, pada saat dihadapkan oleh penyidik, para tersangka tersebut tidak ada didampingi oleh pihak keluarga maupun Penasehat Hukum dan tidak pernah membawa anak anak.

Bahwa Pasal 170 KUHP yang disangkakan kepada para tersangka merupakan Pasal yang bisa dilakukan penahanan. Para tersangka pun telah diberikan hak-haknya oleh jaksa penuntut umum agar menghubungi pihak keluarganya untuk mengajukan permohonan untuk tidak dilakukan penahanan sebagai penjamin sebagaimana SOP.

Namun sampai dengan berakhirnya jam kerja yaitu jam 16.00 WITA pihak keluarga para tersangka tidak juga datang ke kantor Kejaksaan Negeri Lombok Tengah. JPU pun memberikan hak untuk dilakukan perdamaian namun ditolak serta berbelit belit selama pemeriksaan tahap dua, sehingga Jaksa Penuntut Umum harus segera mengambil sikap.

Oleh karena pasal yang disangkakan memenuhi syarat subyektif dan obyektif berdasarkan pertimbangan tersebut di atas maka para tersangka ditahan oleh Jaksa Penuntut Umum di Polsek Praya Tengah.

Pada Rabu, 17 Februari 2021, Jaksa Penuntut Umum melimpahkan perkara para terdakwa ke Pengadilan Negeri Praya dengan merujuk pada surat Jaksa Agung Muda Pidana Umum bahwa setelah tahap 2 paling lambat tiga hari berkas perkara harus dilimpahkan ke Pengadilan untuk disidangkan.

Hal ini dilakukan agar memperoleh status tahanan Hakim, sehingga Jaksa Penuntut Umum dapat memindahkan tahanan ke Rutan Praya guna mendapatkan fasilitas yang lebih layak bagi para terdakwa.

Pada Rabu, 17 Februari 2021, dikeluarkan Penetapan Hakim PN Praya Nomor: 37 /Pid.B/2021/PN yang menetapkan penahanan rutan terhadap para terdakwa selama paling lama 30 hari sejak 17 Februari 2021 sampai dengan 18 Maret 2021.

Jaksa penuntut umum pun langsung melaksanakan penetapan tersebut pada hari dan tanggal yang sama dengan penetapan penahan hakim tersebut.

Pada hari Kamis, 18 Februari 2021 sekitar jam 08.00 WITA, para terdakwa dipindahkan oleh Jaksa Penuntut Umum ke Rutan Praya dengan melakukan proses rapid test. Hasil rapid test para terdakwa negatif COVID-19 dan diterima oleh Rutan Praya.

Terkait pemberitaan dan foto yang beredar di media sosial bahwa para terdakwa ditahan bersama anaknya, Otto Somputan pun membantah hal tersebut.

Menurut dia, hal tersebut tidak benar, melainkan keluarga para terdakwa yang membawa anak para terdakwa untuk disusui berdasarkan ijin pihak Rutan.

“Setelah dipindahkan ke Rutan, kami mendapatkan info para keluarga terdakwa ini membawa anak-anaknya ke tahanan untuk disusui. Untuk itu kami menghubungi pihak Rutan, apakah bisa anak-anak dibawa ke rutan untuk disusui? Ternyata pihak rutan membolehkan karena di rutan ada fasilitasnya. Sehingga disusuilah anak-anak ini di dalam rutan,” jelas dia.

Jadi dalam penanganan perkara ini, tegas dia, sebagaimana berita yang sudah beredar, kami jaksa penuntut umum menahan ibu-ibu beserta bayinya itu adalah tidak benar.

“Tidak mungkin kami menahan anak-anak yang tidak melakukan tindak pidana juga. Itu tidak benar,” jelas dia.

Otto Somputan pun menyampaikan bahwa hakim pengadilan Negeri Praya telah mengabulkan permohonan penangguhan penahanan terdapat keempat terdakwa.

“Jadi hakim pada Pengadilan Negeri Praya, berdasarkan permohonan dari pihak keluarga para terdakwa dan pemerintah provinsi Nusa Tenggara Barat itu mengajukan permohonan agar para terdakwa ditangguhkan penahananya. Dialihkan penahananya dari tahanan rutan ke tahanan kota,” kata dia.

Saat ini para terdakwa sudah pulang bertemu dengan keluarganya. Para terdakwa tinggal menunggu proses persidangan selanjutnya pembacaan eksepsi atau nota keberatan yang akan dibacakan Kamis mendatang. (ant)