Tri Rismaharini

Kastara.ID, Jakarta – Di media sosial muncul seruan aksi nasional di Istana Negara pada 24 Juli 2021. Aksi tersebut mengajak seluruh masyarakat longmarch dari Glodok ke Istana Negara.

“Seruan itu tentu datang dari pihak-pihak yang tidak puas terhadap pemerintah, khususnya dalam penanganan Covid-19. Mereka tampaknya kecewa atas pelaksanaan PPKM yang membuat kehidupannya semakin susah,” papar M Jamiluddin Ritonga, Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Jakarta kepada Kastara.ID, Jumat (23/7) petang.

Menurut Jamil, hasil survei terbaru juga menunjukkan semakin banyaknya anak bangsa yang tidak puas atas kinerja pemerintah. Sebagian masyarakat menilai hidup makin susah dan semakin banyaknya pengangguran.

Hal itu terlihat dari turunnya pendapatan per kapita pada tahun 2020 US$ 3.870. Padahal pada tahun 2019 pendapatan per kapita sebesar US$ 4.050.

“Indonesia juga turun kelas ke negara berpendapatan menengah ke bawah (lower middle-income country). Padahal tahun lalu Indonesia masuk ke dalam kategori negara upper middle-income,” ungkapnya.

Itu menunjukkan daya beli masyarakat semakin rendah. Ini tentu menggambarkan semakin sulitnya kehidupan masyarakat.

“Selain itu, sebagian masyarakat juga merasakan adanya penurunan kebebasan berekspresi. Hal itu juga terlihat dari merosotnya indeks demokrasi di Indonesia,” imbuh mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta ini.

Boleh jadi tampaknya hal itu membuat sebagian anak bangsa kecewa. Hal ini pula yang tampaknya mendorong mereka untuk menyampaikan aspirasinya.

Dalam negara demokrasi tentu penyampaian aspirasi dijamin oleh konstitusi. Karena itu hak, maka tidak boleh ada yang menghalanginya.

“Namun mengingat saat ini kasus Covid-19 masih sangat tinggi, dikhawatirkan aksi semacam itu menimbulkan kerumunan. Situasi seperti ini memberi peluang penularan corona semakin tidak terkendali,” jelas Jamil.

Tentu tidak ada anak bangsa yang menginginkan pandemi Covid-19 terus tidak terkendali di Indonesia. Semua anak bangsa ingin pandemi ini cepat berlalu.

“Karena itu, perlu dipikirkan ulang apakah momen aksi semacam itu pas dilaksanakan di saat penularan corona yang masih sangat tinggi? Kiranya ini menjadi pertimbangan bagi inisiator aksi untuk mengurungkan niatnya melaksanakan aksi tersebut,” pungkas Jamil. (dwi)