Kastara.ID, Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan menunjukkan ketegasannya dalam menjaga kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya. Dalam waktu seminggu, sebanyak delapan orang pelaku pengeboman ikan berhasil diamankan di Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Tengah.

”Ini bentuk komitmen KKP bahwa dalam rangka menjaga sumber daya ikan dan lingkungannya. Kita bukan hanya menangkap para pelaku illegal fishing namun juga mengamankan laut kita dari praktik-praktik penangkapan ikan yang merusak seperti pengeboman ikan ini,” jelas Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Tb Haeru Rahayu, di Jakarta (25/4).

Tb menjelaskan bahwa pemberantasan destructive fishing ini memang menjadi salah satu prioritas KKP di era kepemimpinan Edhy Prabowo. Hal tersebut dikarenakan praktik penangkapan dengan cara merusak tersebut memiliki dampak negatif bukan hanya terhadap sumber daya ikan dan lingkungannya tetapi juga dampak sosial yang besar.

”Destructive fishing sama berbahayanya dengan illegal fishing karena menyebabkan kerusakan sumber daya ikan dan lingkungannya dalam jangka panjang. Selain itu ada dampak sosial yang perlu kita antisipasi,” tegas Tb.

Meskipun demikian, Tb tidak menampik bahwa di beberapa wilayah, praktik destructive fishing ini masih sangat marak dan umumnya dilakukan oleh nelayan kecil. Hal tersebut memang menjadi tantangan tersendiri karena diperlukan pendekatan yang komprehensif untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

”Yang kita hadapi adalah masyarakat kita yang notabene adalah nelayan kecil, sehingga memerlukan pendekatan penyadartahuan untuk meningkatkan kesadaran mereka dan ini akan terus kami lakukan secara intensif. Kita juga memerlukan kerja sama dengan pemerintah daerah serta instansi terkait lainnya agar pendekatan penanganan destructive fishing ini tepat,” pungkas Tb.

Secara terpisah, Direktur Pengawasan Sumber Daya Kelautan Matheus Eko Rudianto menyampaikan detail penangkapan lima pelaku destructive fishing di Nusa Tenggara Barat. Eko menuturkan bahwa penangkapan tersebut berawal dari informasi yang disampaikan oleh Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) di wilayah perairan Gili Balu dan Pulau Mandiki.

”Berdasarkan informasi dari Pokmaswas tersebut, aparat Polsus PWP3K-binaan Ditjen PSDKP yang berada di KCD Wilayah Sumbawa dan Sumbawa Barat melaksanakan operasi terpadu yang juga melibatkan Pokmaswas. Ada lima orang orang nelayan yang melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan bom ikan yang berhasil diamankan pada Rabu (22/04),” jelas Eko.

Lebih lanjut Eko menjelaskan bahwa bersama kelima tersangka tersebut juga diamankan tiga unit perahu motor tempel, bahan peledak, kompresor, dan alat selam. Kelima nelayan bersama barang bukti yang diamankan tersebut selanjutnya diserahkan kepada Dit Polair Polda NTB untuk proses penyidikan lebih lanjut.

Eko juga menuturkan bahwa Ditjen PSDKP baru saja memulai penyidikan atas kasus serupa. Ditjen PSDKP menerima penyerahan kasus pengeboman ikan dari TNI AL Tojo Una-Una kepada PPNS Wilker SDKP Tojo Una-Una yang berada di bawah koordinasi Pangkalan PSDKP Bitung.

”Sekitar seminggu yang lalu kami memulai proses penyidikan pelaku pengeboman ikan di Perairan Desa Bomba, Teluk Tomini. Ada tiga orang pelaku yang diamankan bersama dengan dua motor tempel dan barang bukti yang digunakan untuk melakukan pengeboman ikan,” jelas Eko.

Khusus untuk kasus di Sulawesi Tengah, Eko menyampaikan keprihatinannya karena dari tiga orang pelaku yang diamankan, dua orang pelaku masih di bawah umur sehingga PPNS Perikanan harus mendorong upaya diversi.

”Tentu kami juga prihatin apabila anak-anak yang masih di bawah umur sudah diajarkan untuk melakukan pengeboman ikan dan perusakan terhadap sumber daya ikan dan lingkungannya. Ini tentu pekerjaan rumah bagi kita semua,” pungkas Eko.

Selama 2020, KKP juga telah melaksanakan operasi pengawasan destructive fishing di empat lokasi yang selama ini memiliki kerawanan yang tinggi yaitu di Kapoposang-Sulawesi Selatan, Flores Timur-NTT, Halmahera Selatan-Maluku Utara, dan Konawe-Sulawesi Tenggara. Dari keempat lokasi tersebut sebanyak 24 pelaku destructive fishing berhasil diamankan. (wepe)