KPK

Kastara.ID, Jakarta – Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memecat 51 pegawainya yang tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) terus menuai polemik. Terlebih beberapa saat lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan tidak setuju pegawai KPK yang tidak lulus TWK diberhentikan.

Pengamat hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Zainal Arifin Mochtar, turut menyampaikan pendapat tentang polemik tersebut. Pria yang akrab disapa Uceng ini mengaku kasihan dengan Jokowi lantaran saran dan masukannya diabaikan pimpinan KPK.

Uceng berpendapat, ada dua alasan mengapa saran Jokowi ‘dicuekin’ oleh KPK. Melalui cuitan di akun twitternya, @ZainalMochtar (25/5), penggiat lembaga Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM ini menyebut, alasan pertama, karena ada yang lebih berkuasa dari Jokowi. Pihak itulah yang menurut Uceng memberikan perintah pemecatan 51 pegawai KPK.

Alasan kedua adalah memang Jokowi sudah tidak dianggap oleh pihak-pihak tertentu. Sehingga saran Jokowi begitu mudahnya diabaikan. Padahal secara gamblang saat berpidato, Senin (17/5), Jokowi mengatakan, tes wawasan kebangsaan bukan satu-satunya dasar pemberhentian pegawai. Tapi menurut Uceng tetap saja saran itu dicuekin.

Di akhir cuitannya, pria asal Makassar ini menuliskan pertanyaan, “kira-kira siapa ya?”

Sementara pakar hukum tata negara Refly Harun menyatakan, saran Jokowi diabaikan lantaran saat berpidato seolah ‘tanpa nyawa.’ Bahkan menurut Refly, saat berpidato tatapan mata Jokowi kosong dan terlihat hanya membaca teks semata. Akibatnya mantan Gubernur DKI Jakarta itu terlihat tidak kuat dalam memberikan perintah.

Saat berbicara melalui kanal YouTube miliknya (25/5), Refly menambahkan, jika memang ingin mempertahankan 75 pegawai KPK, Jokowi seharusnya secara tegas memberikan perintah. Hal ini berdasarkan kewenangan yang dimilikinya, karena keputusan tertinggi soal Aparatur Sipil Negara (ASN) berada di tangan presiden.

Seperti diberitakan sebelumnya, pegawai KPK yang tidak lulus TWK akhirnya benar-benar diberhentikan. Namun bukan sebanyak 75 orang seperti yang dikabarkan selama ini, melainkan 51 orang. Sedangkan 24 pegawai lainnya akan dibina sebelum diangkat menjadi ASN.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan, 24 pegawai tersebut menurut asesor masih bisa dibina. Sedangkan sisanya atau 51 orang dinyatakan tidak bisa diperbaiki. (ant)