Kastara.id, Jakarta – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat telah mengirimkan hidran umum (HU), mobil tangki air, WC portable, dan Instalasi Pengolahan Air Bergerak, ke lokasi pengungsian dan telah digunakan di Kabupaten Sumedang maupun Kabupaten Garut, Jawa Barat.

“Tugas kami sekarang ini untuk penanganan darurat adalah menyediakan shelter (tempat berlindung) dan air (bersih). Selain juga memperbaiki infrastruktur yang mengalami kerusakan,” ujar Menteri PUPR Hadimuljono.

Saat ini di Kabupaten Sumedang telah terpasang 14 unit HU berkapasitas 2000 liter yang berlokasi di GOR Tajimalela sebanyak 6 unit, 4 unit di Kodim, 2 unit di Gunung Puyuh, 2 unit di Rumah Makan Ponyo.

Selain itu juga telah beroperasi sebanyak 7 unit WC portable yaitu di GOR Tadjimalela sebanyak 5 unit dan Kodim 2 unit, sedangkan 3 unit disiapkan yang akan dioperasikan sewaktu-waktu terjadi penambahan jumlah pengungsi. Mobil tangki sebanyak 4 unit mobil juga sudah beroperasi.

Selain itu akan dipasang tambahan 5 unit HU di Kodim, ditambah hari ini telah diberangkatkan kembali dari Bekasi 10 unit WC portable untuk mengantisipasi permintaan dinas kesehatan akan terus meningkatnya jumlah pengungsi di Sumedang.

Sementara itu, untuk korban bencana banjir di Kabupaten Garut, saat ini telah terpasang sebanyak 17 HU yang tersebar di Rusun Bayongbong, Korem, Cimacan, Paminggir, Leuwi Daun, Kecamatam Tarogong Kidul, BKDN Tarogong Kidul, Polsek Tarogong Kidul, Asrama AD Tarogong Kidul, Kecamatan tarogong, Masjid Al Barokah Kecamatan Tarogong, dan RSU Dr Slamet.

Rencana akan ada penambahan 20 unit HU di lokasi warga yang tidak teraliri air bersih karena jaringan pipa rusak diterjang banjir. Selain HU, juga terdapat 7 mobil tangki air yang beroperasi dan 1 unit IPA Mobile di RSUD Dr. Slamet.

Rusunawa Bayongbong Garut

Sementara itu Kepala Satuan Kerja Pengembangan Kawasan Permukiman Jabar Duni Isa mengatakan bahwa dari 98 unit yang tersedia di Rusunawa Bayongbong, Kecamatan Mangkurakyat Kabupaten Garut, 60 unit diantaranya telah terisi dengan jumlah pengungsi sebanyak 259 jiwa. Pengungsi berasal dari permukiman terdampak sekitar RSUD Dr Slamet.

“Malam ini akan ada penambahan pengungsi sejumlah 30 KK dari lokasi Makorem. Keseluruhan unit dalam keadaan siap huni. Rusun ini akan digunakan selama satu bulan pasca bencana dan menampung pengungsi yang kehilangan rumah selama masa pembangunan kembali rumah yang bersangkutan,” kata Duni.

Di rusunawa tersebut mempunyai sumber air bersih dari PDAM Tirta Intan Garut, kebutuhan air untuk pengungsi diperkirakan cukup dengan bak penampung sebanyak 3 unit berupa ground tank yang akan mulai digunakan pada hari Senin (26/9) kemarin.

“Sedangkan untuk air limbah kami menggunakan 2 unit Instalasi Pengolahan Air Limbah komunal dengan kapasitas 30 meter kubik yang diperhitungkan cukup untuk seluruh kapasitas rusun dan untuk persampahan tersedia 2 unit bak sampah yang diangkut setiap hari,” ujar Duni.

Perbaikan Tanggul

Untuk perbaikan tanggul yang runtuh, Kepala Bidang Operasi dan Pemeliharaan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk Cisanggarung (Cimancis) Direktorat Jenderal (Ditjen) Sumber Daya Air (SDA) Kementerian PUPR Kasno melaporkan, Tim BBWS Cimancis mengidentifikasi tiga titik tanggul banjir yang putus di Sungai Cimanuk.

BBWS Cimancis sudah mempersiapkan 1100 bronjong, 2000 karung, dan alat berat yang sudah bekerja sejak siang hari tanggal 25 September 2016. Material berupa batu, dan pasir sudah mulai masuk ke lokasi termasuk bronjong kawat dan karung dititipkan di Posko Kostrad, Jalan Pembangunan, depan RSUD Dr. Slamet.

Pekerjaan sempat mengalami kesulitan akses masuk terutama untuk mengangkut material karena tingginya aktifitas evakuasi dan distribusi relief. Di samping itu, ketinggian air  belum memungkinkan untuk bekerja. “Target penyelesaian yang diberikan oleh Dirjen SDA untuk tim Tanggap Darurat BBWS adalah tiga minggu sejak mulai kerja,” kata Kasno.

Untuk itu, Kasno mengatakan bahwa tim perlu dukungan pengaturan lalu lintas dari aparat untuk penyediaan akses kerja dan mengurangi volume lalu lintas di Jalan Pembangunan. Jika situasi tidak dapat diatasi, kegiatan hanya bisa dilakukan pada malam hari dengan catatan ketinggian muka air memungkinkan.

Selain itu, pembebasan tanah pada bantaran sungai perlu dilakukan untuk mempersiapkan penanganan permanen dan akses kerja untuk inspeksi/pemeliharaan. (npm)