Pilkada

Kastara.id, Jakarta – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak gelombang ketiga yang akan berlangsung pada 2018 akan menjadi tantangan apakah kualitas demokrasi Indonesia mengalami peningkatan atau sebaliknya.

“Kita akan menyaksikan pertarungan menarik di tiga daerah yang selama ini memiliki jumlah pemilih suara terbesar di Indonesia (Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah),” kata Kepala Pusat Penelitian Politik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor di Jakarta, Senin (27/11).

Menurutnya, beberapa provinsi di Jawa Barat, Tengah, dan Timur adalah wilayah utama strategis dan lumbung suara tentu akan menjadi arena yang diperebutkan oleh kekuatan-kekuatan politik. “Pilkada di ketiga provinsi ini akan menarik perhatian publik yang lebih luas melampaui wilayahnya,” ujarnya.

Pilkada serentak yang dimulai sejak 2015 di 370 daerah di Indonesia masih menunjukkan berbagai masalah. Beragam masalah itu khususnya terkait dengan kapasitas bakal calon (Balon), popularitas dan elektabilitas Balon, proses kandidasi di partai politik (Parpol), dan biaya politik yang tinggi sehingga berdampak pada korupsi dan terhambatnya perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik.

Dijelaskannya, tidak hanya mengakibatkan konsolidasi demokrasi berjalan lamban, tetapi juga berpengaruh terhadap kualitas pemerintah daerah. Artinya, kualitas Pilkada serentak akan menentukan masa depan Indonesia di berbagai wilayahnya untuk mendorongnya lebih baik,

Ditambahkannya, meskipun demokrasi memberikan peluang besar adanya kompetisi dan partisipasi, Pilkada acapkali dimaknai sebagai arena memperebutkan kekuasaan semata. Pilkada langsung seharusnya mampu merefleksikan kedua inti dari demokrasi tersebut (kompetisi dan partisipasi).

“Pilkada seharusnya mengontestasikan kualitas atau kompetensi calon, dan bukan hanya faktor populer dan memiliki modal besar saja,” ungkapnya.

Pilkada serentak secara umum dan Pilkada di daerah lumbung suara secara khusus pada 2018 haruslah meningkat kualitasnya dibandingkan pilkada serentak sebelumnya (tahun 2015 dan tahun 2017).

Hal ini lanjutnya, tentu agar konsolidasi demokrasi di daerah bisa berlangsung dengan baik dan dampaknya positif terhadap achievement pemerintah daerah.

Sementara itu, LIPI menyelenggarakan kegiatan Expert Meeting “Menyongsong Pilkada Serentak yang Berkualitas di Lumbung Suara” pada Senin, 27 November 2017 di Jakarta. Pertemuan expert meeting kali ini membahas bagaimana para Balon gubernur/wakil gubernur dari ketiga daerah tersebut (Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah) merespon perkembangan politik yang begitu dinamis belakangan ini.

Hal tersebut mengingat pula bahwa proses kandidasi yang masih tersentralisasi di level elit pusat (DPP Parpol). “Di sisi lain Parpol masih cenderung bersikap pragmatis dalam menentukan calon yang akan diusungnya. Ini membuat Parpol kerap kali lebih mempertimbangkan aspek popularitas dan elektabilitas bakal calon dibandingkan faktor kapasitas, seraya mengabaikan proses kaderisasi di Parpol,” tambah Firman.

Expert meeting akan menghadirkan narasumber, antara lain Dedi Mizwar (Balon Gubernur Jawa Barat), Musthofa (Balon Gubernur Jawa Tengah), dan Siti Zuhro (peneliti senior Pusat Penelitian Politik LIPI).

Para Balon gubernur dikritisi oleh pembahas utama dari Pusat Penelitian Politik LIPI dan enam orang narasumber ahli. Keenam narasumber ahli berasal dari Pusat Penelitian Politik LIPI, Institut Ilmu Pemerintahan Kementerian Dalam Negeri, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Perludem, Centre for Election and Political Party (CEPP), dan Forum Masyarakat Perduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI). (npm)