Pelayanan Publik

Kastara.id, Jakarta – Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Syafruddin mengatakan, pelayanan publik dewasa ini menuntut lebih supportif, mengutamakan kepuasan pengguna layanan (customer driven government). Idealnya, pemerintah harus berjalan seiring dengan kehendak publik, fokusnya digeser dengan  menempatkan pelanggan sebagai pengemudi (putting the customer in the driver seat), sehingga masyarakatlah yang menentukan apa yang perlu dilakukan dan ke mana arah kinerja pemerintahan ini dituju.

“Inilah marwah pemerintah yang melayani di era demokratisasi saat ini, pelayanan publik menjadi ruhnya,” ujarnya saat memberikan sambutan pada penyampaian hasil evaluasi dan apresiasi pelayanan publik tahun 2018 di Jakarta, Selasa (27/11).

Menurut Syafruddin, dalam era keterbukaan, penyelenggaraan negara bukan lagi dari government to government saja, tetapi juga government to citizen dan government to private sector. Artinya, pemerintahan semakin diarahkan untuk terbuka (open government), yang titik artikulasinya terletak pada transparansi, partisipasi sosial, akuntabilitas, open data, kemudahan akses informasi publik, kolaborasi dan ko-kreasi, inovasi teknologi dan perubahan kebijakan yang pro rakyat.

Mantan Wakapolri ini mengungkapkan, saat berkunjung ke Korea Selatan baru-baru ini mencontohkan salah satu inovasi dari Kabupaten Teluk Bintuni yang meraih penghargaan the best inovation pada international award dari PBB, yaitu pengendalian malaria dengan sistem EDAT. “Inovasi ini diawali dari hal sederhana, tetapi menyentuh langsung jantung pelayanan publik, yakni harapan masyarakat akan hadirnya negara untuk perbaikan sosial,” ujarnya.

Lanjutnya, hari Minggu lalu, ia meluncurkan program inovasi pelayanan publik ETLE, IVRIS dan sms layanan info 8893 Polda Metro Jaya, yang mengintegrasikan sistem penegakan hukum, sistem registrasi dan identifikasi ranmor serta sistem informasi dalam satu wadah. “Ini adalah jawaban atas harapan masyarakat bagi solusi kemacetan tingkat tinggi yang terjadi di Ibukota Jakarta,” imbuhnya.

Contoh lain adalah The IPS Forum 2018, yang memberikan harapan bagi terbentuknya kolaborasi dan kerja sama antara penyedia pelayanan, pengguna pelayanan dan pemerintah. Dalam forum tersebut terjadi sharing implementasi pelayanan publik terbaik di tanah air, serta menjadikannya sebagai etalase publik bahwa pemerintah berupaya masif dalam mendorong kemakmuran rakyat melalui Gerakan Indonesia Melayani.

Sekali lagi, Syafruddin menegaskan bahwa esensi utama pelayanan publik adalah menjawab harapan dan keinginan masyarakat. Perubahan landscape pelayanan publik sejatinya ditujukan untuk memberikan pelayan prima/service excellent. Hal itu sebenarnya telah dikuatkan melalui bangunan regulasi yang kokoh, yakni Undang-Undang Nomor 25/2009 tentang Pelayanan Publik.

Dalam UU itu, tersirat bahwa kebijakan publik ternyata tidaklah berdiri sendiri, namun disangga pilar kebijakan yang memperhatikan kebutuhan dan pelibatan masyarakat, SDM aparatur yang kompeten, sarana prasarana yang memadai, inovasi, serta pengawasan dan evaluasi yang berkelanjutan. Standar pelayanan publik ini telah menggariskan acuan yang wajib disusun, ditetapkan, diimplementasikan, serta dievaluasi secara berkelanjutan.

Undang-undang tersebut yang menjadi landasan pelaksanaan evaluasi pelayanan publik dari seluruh unit kerja pemerintah, agar kualitas pelayanan terus meningkat. “Tujuannya bukan untuk menentukan benar atau salah, bukan pula untuk menumbuhkan kompetisi yang menggradasi kualitas pelayanan publik, bukan sebagai pacuan atau perlombaan yang mendiskriminasi kualitas. Tetapi evaluasi dimaksudkan untuk memberikan asistensi bagi kekurangan sehingga bisa diperbaiki, serta mendorong terwujudnya clean and good governance, serta lebih mendorong bagaimana pelayanan itu bermanfaat langsung bagi rakyat.

Pada bagian akhir sambutannya, Menteri PANRB mengingatkan, era digitalisasi perlu diantisipasi dengan baik. Syafruddin mengajak semua pihak agar tidak pesimis dan pasif, namun bersikaplah optimis sebagai bangsa yang besar. Bahwa dinamika kebangsaan di Indonesia mampu menyerap revolusi teknologi secara elastis dan menyalurkannya dalam program yang terintegrasi melalui payung Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik atau yang dikenal dengan istilah e-government.

Artinya kompetisi yang memicu terbentuknya program yang silo-silo diredam, berubah kepada perluasan magnitude gelombang inovasi dengan cara replikasi. “Inilah pekerjaan yang harus dijawab dan dipikul bersama, untuk menjamin keberlanjutan inovasi pelayanan publik yang makin berkualitas di Indonesia,” pungkas Menteri Syafruddin. (put)