Kastara.ID, Jakarta — Salah satu peluang sekaligus tantangan besar Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 adalah ketersediaan informasi yang berlimpah ruah (ledakan informasi) dan kemudahan akses. Menjadi peluang, karena di era kemajuan pesat teknologi informasi saat ini, rakyat akan dengan mudah mendapatkan informasi soal rekam jejak, prestasi dan visi misi calon presiden (capres).

Menjadi tantangan, karena di era banjir informasi seperti saat ini akan terjadi ledakan informasi yang akan dimanfaatkan para pendengung untuk melancarkan fitnah dan kampanye hitam kepada para kandidat capres sehingga informasi soal sosok, rekam jejak, dan gagasan capres menjadi bias.

Anggota DPD RI yang juga penggiat media sosial Fahira Idris mengungkapkan, dengan pesatnya kemajuan teknologi informasi dan kemudahan mengaksesnya, akan terjadi banjir informasi atau information overload soal sosok para capres pada Pemilu 2024. Namun yang menjadi persoalan informasi yang berlebih atau ledakan informasi ini bisa membuat banyak orang menjadi sulit memahami kebenaran suatu isu bahkan menjadikan informasi yang bias atau keliru sebagai rujukannya untuk memilih presiden di Pemilu 2024.

Saat ini, potensi ledakan informasi bias ini sudah bisa dideteksi terutama lewat media sosial, salah satunya memviralkan spanduk penolakan salah satu bakal capres di daerah-daerah di mana informasi yang terkandung di dalamnya sangat bias dan mengarah kepada kampanye hitam.

“Penyelenggara pemilu terutama KPU, harus beri perhatian soal potensi ledakan informasi terkait Pilpres 2024 ini. Salah satu caranya, segera desain atau formulasikan format debat publik Capres 2024 sehingga menjadi salah satu rujukan utama rakyat memilih presiden baru. Debat Publik Capres 2024 harus mampu menjadi penjernih ledakan informasi yang bias dan menjadi medium pencerahan bagi publik agar memilih capres secara rasional sesuai rekam jejak, prestasi dan visi besarnya untuk Indonesia ke depan,” ujar Senator DKI Jakarta ini.

Menurut Fahira, jika ruang publik Pilpres 2024 dikuasai oleh informasi yang bias bahkan kampanye hitam, maka Pilpres 2024 akan menjadi arena yang suram bagi demokrasi dan bagi rakyat yang menginginkan perubahan. Karena ledakan informasi susah dibendung akibat kemajuan teknologi digital maka cara yang paling tepat adalah menghadirkan debat capres 2024 yang berkualitas.

“Semakin banyak momen para capres beradu gagasan dalam debat maka rakyat akan semakin rasional dalam memilih. Semakin sering capres beradu argumen soal Indonesia ke depan akan menjadi penyaring informasi yang bias dan kampanye negatif. Semakin banyak forum yang digelar bagi capres untuk memaparkan rekam jejak dan prestasinya maka Pilpres 2024 akan semakin berkualitas. Saya berharap, selain KPU, berbagai organisasi masyarakat sipil, organisasi profesi, komunitas masyarakat bahkan kampus juga diberi ruang menggelar debat capres agar rakyat memilih berdasarkan rasionalitas,” pungkas Fahira Idris. (dwi)