DOB
Kastara.id, Kendari – Khawatir kecewa yang begitu mendalam di masyarakat daerah yang berujung munculnya kelompok separatis di daerah, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) kembali desak segera merealisasikan pembentukan daerah otonom baru (DOB).
“Tidak ada alasan lagi untuk menunda pembentukan DOB,” kata Wakil Ketua Komite I DPD RI Benny Ramdhani, di sela-sela Sosialisasi Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Daerah Kepulauan, di Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (28/11).
Benny minta pemerintah untuk menghentikan berbagai alasan yang menghambat terealisasinya percepatan pembentukkan 173 daerah otonomi baru di seluruh Indonesia, termasuk di Sulawesi Tenggara (Sultra).
Alasan minimnya anggaran, sebagaimana disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla, beberapa waktu lalu, Benny menilai sebagai alasan yang terlalu mengada-ada. “Masa anggaran buat BUMN yang tiap tahun rugi ada tapi kalau buat pemekaran bilangnya nggak ada,” kata Benny.
Benny menyebut data bahwa 30 persen BUMN tiap tahun rugi, tapi APBN selalu mengucurkan anggaran untuk mereka. Bahkan, pada 2018 nanti, pemerintah akan mengalokasikan dana desa lebih dari Rp 1 miliar untuk tiap desa. Nah, desa itu merupakan daerah-daerah yang masuk wilayah yang akan dimekarkan. Sehingga tentu tidak terbebani.

Benny menegaskan, jika pemerintah tetap mengambil posisi moratorium, maka pemerintah dinilai telah melanggar konstitusi. Di mana sanksinya, kata dia, siapa pun yang melanggar konstitusi, rakyat bisa mencabut mandat politik yang diberikan.

“Jika tidak ada pemekaran, dikhawatirkan akan muncul kelompok-kelompok separatis yang menuntut pemisahan diri dari negara kesatuan,” katanya.

Menurut dia, pemekaran atau pembentukan daerah otonomi baru, merupakan keniscayaan tuntutan bagi pengembangan suatu daerah. Dimana dimensi pemekaran ini, kata dia, akan menjawab pemerataan pembangunan, setelah melihat fakta ekonomi, politik, pembangunan, anggaran yang cenderung terjadi ketidakadilan.

“Ketidakadilan inilah, sehingga menimbulkan ketimpangan antarkawasan. Terjadi ketimpangan antara Barat-Timur, Jawa-luar Jawa, kepulauan-daratan,” katanya.

Dimensi kedua, kata Benny, untuk mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, sehingga pemekaran daerah adalah sebuah keniscayaan yang harus dipenuhi. “Kita tidak butuh sekadar ‘political will’, tetapi kita butuh keberpihakan negara terkait hal ini,” ujarnya menambahkan.

Terkait hal itu, menurut Benny, DPD memiliki sikap yang tegak lurus untuk menyetujui usulan pemekaran. Persoalan jumlah, kata dia, hal itu bisa didiskusikan kembali. Sayangnya, hingga saat ini pemerintah tidak membuka masalah ini dengan alasan keterbatasan anggaran.

“Alasan itu, saya kira alasan yang mengada-ada, tapi lebih pada upaya memperdayai orang-orang daerah. Karena toh kita punya anggaran yang begitu besar, dan selama ini juga dengan alokasi anggaran dana desa, secara otomatis negara sudah diringankan, karena desa-desa yang mendapatkan dana desa, adalah desa-desa yang ada di wilayah yang meminta pemekaran,” katanya.

Karena itu, Benny meminta agar pemerintah menghentikan berbagai alasan, terutama alasan menyangkut keterbatasan anggaran.

“Harus distop dengan segala omong kosong, stoplah untuk mengatakan moratorium, karena moratorium itu bukan sebuah hukum, tapi hanya sikap politik. Penuhilah apa yang menjadi keinginan daerah, karena meminta memekarkan itu adalah cara terhormat daerah daripada kita direpotkan dengan meminta untuk memisahkan diri dari negara kesatuan,” ujar Benny.

Sebagaimana diketahui, DPD hingga saat ini telah menyetujui 173 daerah yang meminta percepatan pembentukan DOB. Terkait hal itu, DPD akan mendorong hal itu dalam pembahasan tripartit dengan DPR dan Pemerintah.

“Selama ini, komitmen pemerintah terkait usulan pemekaran daerah, mengambil posisi moratorium, dan itu tidak pernah ketemu dalam berbagai diskusi dengan DPD, sehingga DPD mengambil sikap yang lain. Kita tetap mendesak pemerintah agar segera mengambil sikap politik kalau memang pemerintah ingin stabilitas politik dan keamanan tetap terjaga,” katanya.

Dia juga mengatakan, juga pemerintah tidak ingin ada lagi tafsir-tafsir atau orang-orang daerah dianaktirikan atau diberlakukan tidak adil oleh pemerintah pusat, maka pemerintah harus segera merealisasikan keinginan daerah tersebut.

Menurut dia, gerakan-gerakan yang mengarah pada separatisme, merupakan fakta bahwa kelompok-kelompok seperti itu masih sering dijumlai. “Nah bagaimana kita bisa meredam atau meminimalisir kelompok-kelompok seperti itu. Hal itu terjadi, karena adanya ketidakadilan. Itu kuncinya,” katanya.

Dia meyakini, jika pemerintah mampu memenuhi rasa keadlan di daerah, dirinya yakin tidak hanya mengurangi, tetapi kelompok-kelompok separatisme yang ingin memisahkan diri dari negara kesatuan, dapat kita redam.

“Jadi kalau bicara NKRI harga mati, maka jangan pernah kita menghitung dengan angka rupiah. Itu merupakan sesuatu yang unlimited. Kalau untuk menjaga keutuhan NKRI, berapapun uang yang harus dikeluarkan jangan menjadi suatu persoalan,” katanya lebih lanjut. (danu)