Pajak

Kastara.ID, Jakarta – Politisi Partai Demokrat Yan Harahap mengritik pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani yang menyebut utang pemerintah saat ini adalah warisan masa lalu. Yan menilai Sri Mulyani sedang panik lantaran utang pemerintah yang terus menumpuk, bahkan jumlah sudah mencapai Rp 6.711 triliun.

Melalui cuitan di akun twitternya, @YanHarahap (28/10), Yan menuliskan, “Utang makin meroket! Tembus Rp 6.711 Triliun.”

Itulah sebabnya Sri Mulyani menurut Yan mulai mencari kambing hitam untuk menutupi kepanikannya. Caranya dengan mencari pihak-pihak yang bisa disalahkan atas kegagalannya mengelola keuangan negara.

“Dan seperti biasanya, bagi rezim ini yg termudah utk dipersalahkan –atas kegagalan yg mrk lakukan, itu adlh pemerintahan2 sblmnya,” tulis Yan di akun twitternya.

Sebelumnya, Menkeu Sri Mulyani menyatakan, penyebab tingginya utang pemerintah saat ini adalah karena warisan masa lalu. Saat berbicara, seperti dikutip dari Kontan (27/10), Sri Mulyani menuturkan, lonjakan utang Indonesia tidak terjadi begitu saja. Utang tersebut menurutnya memang sudah parah sejak puluhan tahun lalu.

Kondisinya menurut Sri Mulyani semakin buruk saat terjadi krisis moneter 1997-1998. Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menjelaskan, adanya bail out saat krisis 1997-1998 membuat utang pemerintah melonjak karena obligasi.

Sri Mulyani menjelaskan, saat itu banyak perusahaan dan perbankan yang meminjam dolar Amerika Serikat (AS), termasuk obligasi pemerintah. Hal itu ternyata justru menjadi beban untuk Indonesia. Terutama saat nilai tukar rupiah terkoreksi, dari semula Rp 2.500 menjadi dengan sekitar Rp 17.000 per dolar AS.

Data dari Kementerian Keuangan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Kinerja dan Fakta, Oktober 2021, total utang pemerintah hingga September 2021 mencapai Rp 6.711,52 triliun. Jumlah ini naik 1,29 persen dibanding Agustus 2021 sebesar Rp 6.625,4 triliun.

Rinciannya, total utang dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 5.887,67 triliun. Terdiri dari SBN Domestik Rp 4.606,79 triliun dan SBN Valas Rp 1.280,88 triliun.

Sisanya berasal dari pinjaman yang mencapai Rp 823,85 triliun. Terdiri dari pinjaman dalam negeri Rp 12,52 triliun dan pinjaman luar negeri yang sebesar Rp 811,33 triliun. (mar)