Kastara.ID, Jakarta — Ekstremis kanan Swedia-Denmark Rasmus Paludan kembali membakar Al-Quran. Aksi biadabnya kali ini dilakukan di depan sebuah masjid dan kedutaan besar Turki di Copenhagen, Denmark (27/1). Bahkan, ekstremis anti-Islam ini berencana menggelar aksi bakar Al-Quran setiap Jumat sampai Swedia bisa masuk anggota NATO. Selain menunjukkan sikap permusuhan dan kebencian kepada ajaran Islam serta umatnya, aksi pembakaran ini adalah bentuk teror terhadap umat muslim di dunia.

Anggota DPD RI Fahira Idris mengungkapkan, selain islamofobia yang sudah mengakar, terus berulangnya pembakaran Al-Quran ini dikarenakan otoritas setempat dalam hal ini Otoritas Swedia dan Denmark membiarkan saja aksi pembakaran ini. Padahal, Majelis Umum PBB telah menyetujui resolusi yang menetapkan 15 Maret sebagai Hari Internasional untuk Memerangi Islamofobia. Artinya, memerangi islamofobia menjadi tanggung jawab semua negara anggota PBB.

Fahira Idris meminta, para pemimpin dunia terutama pemimpin negara mayoritas muslim termasuk PBB harus lebih tegas mendesak otoritas Swedia dan Denmark untuk menghentikan aksi teror dan biadab pembakaran Al-Quran ini dengan tidak memberi izin aksi-aksi yang dilakukan Paludan.

“Selain sebagai bentuk tanggung jawab menjalankan resolusi PBB untuk memerangi Islamofobia, kebijakan tidak memberi izin aksi Paludan harusnya menjadi sikap resmi Otoritas Swedia dan Denmark sebagai bentuk menentang segala bentuk rasisme, diskriminasi rasial, xenofobia, stereotip negatif, dan stigmatisasi. Namun, saya kecewa otoritas Swedia dan Denmark tidak tegas,” ujar Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, kepada Kastara.ID, Senin (30/1).

Pembakaran Al-Quran yang berulang ini menjadi peringatan bagi PBB dan negara-negara di dunia bahwa ketidaksukaan, kebencian, dan permusuhan yang diwujudkan terhadap simbol-simbol dan prinsip ajaran agama Islam atau islamophobia adalah fenomena akut yang menjangkiti sebagian manusia secara global. Jika pemegang otoritas terutama di negara-negara yang menjadikan kebebasan berpendapat sebagai alasan terjadinya pembiaran Al-Quran tidak bertindak maka tatanan harmoni dan perdamaian di dunia yang saat ini sedang tidak baik-baik saja akan semakin tingginya tensinya.

“Apakah Otoritas Swedia dan Denmark tidak memahami bahwa kebebasan berpendapat tidak bisa dibenarkan jika mengandung penghinaan, bertentangan dengan nilai perdamaian, serta melanggar penghormatan terhadap perbedaan ras, agama dan keyakinan. Otoritas Swedia dan Denmark harus menindak ekstremis yang bernama Rasmus Paludan ini. Terlebih ekstremis ini berencana menggelar aksi bakar Al-Quran setiap Jumat sampai Swedia bisa masuk anggota NATO. Jangan sampai, umat muslim di dunia menganggap Otoritas Swedia dan Denmark lepas tangan atas aksi biadab ini,” ujar Fahira Idris.

Sebagai informasi, sebelumnya, Paludan telah lebih dulu menggelar aksi serupa di depan kedubes Turki di Stockholm, Swedia. Aksinya itu digelar sebagai bentuk protes terhadap Turki, negara mayoritas Muslim, yang terus menghalangi Swedia untuk masuk NATO. (dwi)