Gempa Maluku

Kastara.ID, Jakarta – BPBD Provinsi Maluku mencatat total rumah rusak mencapai 2.675 unit per 29 September 2019 malam. Dari jumlah tersebut, 852 di antaranya mengalami rusak berat. Hal itu diungkapkan oleh Plt. Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Agus Wibowo di laman resmi BNPB, Senin (30/9) pagi.

Kerusakan rumah tertinggi berada di Kabupaten Maluku Tengah, dengan rincian sebagai beriktu Maluku Tengah rusak berat (RB) 658 unit, rusak sedang (RS) 385, rusak ringan (RR) 888; Kabupaten Seram Bagian Barat RB 109, RS 163 dan RR 31 dan Kota Ambon RB 85, RS 135 dan RR 221. Sedangkan kerusakan di sektor lain, fasilitas umum dan sosial sebanyak 87 unit.

Dampak lain berupa pengungsian yang masih terjadi hingga kini. Sebagian masyarakat masih enggan untuk kembali ke rumah karena khawatir dengan gempa susulan. BPBD Provinsi Maluku mencatat total penyintas berjumlah 247.239 jiwa, dengan rincian Kabupaten Seram Bagian Barat 111.434 jiwa, Maluku Tengah 108.000 jiwa dan Kota Ambon 27.805. Sementara itu, korban luka-luka di Maluku Tengah berjumlah 114 jiwa, Seram Bagian Barat 30 dan Kota Ambon 22. Di Kabupaten Seram Bagian Barat, 12 orang mengalami luka berat dan sisanya luka ringan.

Jumlah korban meninggal bertambah dua orang sehingga total meninggal hingga semalam berjumlah 30 jiwa.

Hingga kini ketiga wilayah terdampak telah menetapkan status tanggap darurat bencana gempa bumi. Masing-masing wilayah menetapkan masa khusus tersebut selama 14 hari terhitung dari 26 September 2019 hingga 9 Oktober 2019.

Di wilayah Kota Ambon, 5 kecamatan terdampak yaitu Kecamatan Nusaniwe, Sirimau, Baguala, Teluk ambon, Leitimur Selatan. Penyintas tertinggi berada di Kecamatan Baguala. Sedangkan di Maluku Tengah, kecamatan terdampak yaitu 3 kecamatan, Salahutu, Pulau Haruku dan Leihitu. Sementara itu di Seram Bagian Barat, 5 kecamatan terdampak di Kairatu, Seram Barat, Inamosol, Amaratu, dan Kairatu Barat.

Pemerintah daerah dibantu TNI, Polri, BNPB dan berbagai pihak masih terus melakukan upaya penanganan darurat. Salah satu tantangan yang dihadapi saat ini adanya banyak isu atau berita palsu (hoaks) terkait akan datang gempa besar dalam waktu dekat. Warga masih percaya hoaks tersebut sehingga mereka mengungsi ke bukit secara tersebar dan sulit dijangkau petugas. Di samping itu, hujan yang turun menyebabkan kondisi kesehatan sebagai salah satu prioritas penanganan.

Terkait dengan hoaks, BNPB, BMKG, dan pemerintah setempat melakukan upaya menangkal hoaks yang beredar di media sosial. BMKG telah menyatakan bahwa isu akan terjadi gempa besar dan tsunami di Ambon, Teluk Piru, dan Saparua adalah tidak benar atau berita bohong (hoaks), karena hingga saat ini belum ada teknologi yang dapat memprediksi gempa bumi dengan tepat, dan akurat kapan, di mana dan berapa kekuatannya.

Seperti diberitakan sebelumnya gempa bumi dengan magnitudo 6,5 terjadi pada 26 September 2019, pukul 06:46:45 WIB. Gempa tersebut terjadi pada 40 km timur laut Ambon–Maluku dengan kedalaman 10 km. BMKG merilis tidak adanya potensi tsunami. (yan)