Kastara.ID, Jakarta — Akhirnya setelah gelar perkara, Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri menetapkan Panji Gumilang sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana penistaan agama sejak Selasa (1/8) malam. Penetapan tersangka ini diapresiasi banyak pihak dan diharapkan membuat umat lebih tenang dan memberi dukungan penuh kepada aparat penegak hukum untuk melanjutkan proses selanjutnya, baik di kejaksaan maupun di pengadilan.

Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta Fahira Idris mengapresiasi respons tepat dan cepat kepolisian dalam mengusut Panji Gumilang yang memang sejak lama sudah meresahkan umat. Penetapan tersangka ini diharapkan mengakhiri berbagai kontroversi dan kegaduhan yang terjadi selama ini serta menjadikan suasana dan kebatinan umat semakin kondusif.

“Kita patut memberikan apresiasi dan ucapan terima kasih kepada jajaran kepolisian yang telah menangani kasus Panji Gumilang ini secara proporsional. Sejak awal bergulir, pengusutan kasus ini berjalan tepat, cepat, dan terukur sehingga membuat umat tenang dan mendukung sepenuhnya Polri. Semoga penetapan tersangka ini, juga menjadi pintu masuk untuk mengusut dugaan pelanggaran hukum lainnya,” ujar Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta (2/8).

Menurut Fahira Idris, setelah penetapan tersangka ini, proses selanjutnya adalah pembuktian di pengadilan. Selama proses hukum ini berjalan, umat diharapkan bersabar, memberi dukungan dan mempercayakan kasus ini sepenuhnya kepada aparat penegak hukum.

“Selain itu, yang juga penting dipastikan oleh pemangku kepentingan terkait setelah penetapan tersangka ini adalah memastikan semua hak-hak peserta didik di semua tingkatan yang ada di Ponpes Al-Zaytun terpenuhi. Pemenuhan semua hak-hak peserta didik yang terkait dengan Yayasan Al-Zaytun tidak boleh terganggu dengan penetapan tersangka ini. Peserta didik harus tetap difasilitasi untuk menimba ilmu,” pungkas Ketua Umum Dai’yat Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) ini.

Sebagai informasi, Panji Gumilang dijerat Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana di mana ancamannya 10 tahun. Kemudian Pasal 45a ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan dan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dengan ancaman enam tahun dan pasal 156a KUHP dengan ancaman lima tahun. (dwi)