First Travel

Kastara.id, Jakarta – Sejak 2015, Kementerian Agama (Kemenag) telah menindak 25 travel umrah nakal dengan memberikan sanksi administratif. Namun demikian, dari tahun ke tahun, travel umrah nakal di Indonesia masih marak bermunculan.

Direktur Umrah dan Haji Khusus Kemenag Arfi Hatim mengatakan, sanksi administratif diberikan dalam bentuk teguran tertulis, pencabutan izin, dan pembekuan izin operasional. “Dari 25 travel itu tidak semuanya berupa sanksi administrasi pencabutan. Ketiga macam sanksi itu diberikan sesuai dengan UUD dan peraturan pemerintah,” ungkapnya (2/1).

Ia merinci, travel umrah nakal yang diberikan sanksi berupa pencabutan izin operasional setidaknya ada 13 travel sejak 2015, lima di antaranya dilakukan pada tahun 2017. Sanksi pencabutan izin operasional merupakan sanksi paling berat yang diberikan. “Sejak 2015, total sudah ada 13 travel yang telah kami cabut izinnya, lima di antaranya dicabut sepanjang tahun 2017,” ujar Arfi.

Adapun lima Travel Umrah yang izinnya dicabut pada 2017, yaitu PT Biro Perjalanan Wisata Al-Utsmaniyah (Hannien Tour), PT Al-Maha Tour @ Travel, PT Assyifa Mandiri Wisata, PT Raudah Kharisma Wisata, dan PT First Anugerah Karya Wisata atau yang dikenal dengan First Travel. Izin travel iti dicabut karena menelantarkan jemaah atau pun melakukan penipuan terhadap calon jemaah. “Karena misalnya ada penipuan, ada juga karena alasan-alasan yang lain,” katanya.

Tahun-tahun sebelumnya, Kemenag telah mencabut izin delapan travel, empat travel pada 2015 dan empat travel pada 2016. Travel tersebut adalah PT Mediterrania Travel (2015), PT Mustaqbal Lima (2015), PT Ronalditya (2015), PT Kopindo Wisata (2015), PT Maulana (2016), PT Timur Sarana Tour & Travel (2016), PT Diva Sakinah (2016), dan PT Hikmah Sakti Perdana.

Sementara, travel umrah yang diberikan sanksi pembekuan atau tidak diperpanjang izinnya ada 12 PPIU. Belasan PPIU itu dibekukan atas dasar hasil akreditasi, masa berlaku telah habis, tidak melakukan perpanjangan, dan terkait kepemilikan saham dan susunan direksi yang terdiri dari warga negara asing atau non muslim.

Ke-12 PPIU tersebut yaitu PT Catur Daya Utama (2015), PT Huli Saqdah (2015), PT Maccadina (2015), PT Gema Arofah (2015), PT Wisata Pesona Nugraha (2016), PT Assuryaniyah Cipta Prima (2016), PT Faliyatika Cholis Utama (2016), PT Nurmadania Nusha Wisata (2016), PT Dian Pramita Sekata (2017), PT Hodhod Azza Amira Wisata (2017), PT Habab Al Hannaya Tour & Travel (2017), dan PT Erni Pancarajati (2017).

Arfi berkomitmen untuk terus melakukan pembenahan penyelenggaraan ibadah umrah. Salah satunya adalah dengan menyusun regulasi dan memperkuat sistem informasi.

Menurut Arfi, pihaknya tengah merampungkan Sistem Informasi Pengawasan Terpadu Umrah dan Haji Khusus (Sipatuh). Keberadaan Sipatuh diharapkan bisa menjadi alat monitor dan kontrol bagi pemerintah dan masyarakat. Publik nantinya bisa ikut mengakses sehingga bisa ikut mengetahui kalau ada biro travel yang manelantarkan calon jemaah umrah atau tidak menepati janjinya. (nad)