Haji

Kastara.ID, Jakarta – Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily memastikan bahwa pengelolaan dana haji aman dan tidak digunakan untuk pembangunan infrastruktur. Hal tersebut sekaligus menepis isu di media sosial yang menyebutkan dana tersebut digunakan untuk proyek pemerintah.

“Yang perlu kami sampaikan, tidak benar sama sekali kalau uang haji itu dipergunakan untuk hal-hal yang di luar kepentingan ibadah haji,” tegasnya, Selasa (8/6).

Lebih lanjut, Ace menjelaskan dana haji itu sepenuhnya dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dan diawasi oleh Komisi VIII DPR RI. Bahkan sejauh pengamatannya tidak ada anggaran haji yang dipergunakan untuk pembangunan infrastruktur.

Ace menjelaskan, dana haji itu telah disimpan dengan mekanisme pembiayaan sukuk (obligasi syariah) atau surat berharga syariah negara (SBSN). “Karena kan sebetulnya dana haji tersebut kalau hanya disimpan begitu saja tentu kan tidak akan memberikan manfaat yang besar buat kepentingan ibadah haji juga,” ujar Ace.

Dana haji tersebut, kata dia, ada yang disimpan di bank-bank syariah, ada yang diinvestasikan atau ditingkatkan melalui surat berharga. Surat berharga itu menurutnya memiliki nilai manfaat yang didapatkan dari penempatan di sukuk tersebut.

“Yaitu ya rata-rata flat di angka 7 persen, nah karena itu dana haji akan mengalami kenaikan dari nilai manfaat yang didapatkan dari mekanisme pemanfaatan di perbankan syariah, ada yang diinvestasi dalam negeri, investasi luar negeri, termasuk di antaranya soal surat berharga syariah negara itu,” paparnya.

Untuk itu, dia meyakinkan masyarakat bahwa jemaah mendapatkan nilai manfaat dari penempatan dana haji tersebut. Contohnya pembiayaan total haji per orang untuk 2019 lalu sesungguhnya mencapai Rp 70 juta sementara jemaah haji hanya membayar Rp 35 juta.

“Nah dari mana sisa pembayaran yang Rp 35 juta sisanya? Ya itu diambil dari nilai manfaat dana kelolaan haji itu. Jadi memang dana haji tersebut ya ada, dan aman,” ucap Ace.

Dia pun mengimbau masyarakat agar jangan terlalu percaya terhadap informasi yang kebenarannya belum terbukti, termasuk mengenai dana haji tersebut. Kalau ada sesuatu yang meragukan informasi tersebut sebaiknya tabayyun (mencari kejelasan), termasuk juga soal dana haji ini.

“Kalau, misalnya, masyarakat menarik dana haji, itu diperbolehkan, tapi tentu nanti ada konsekuensi-konsekuensinya, misalnya, dia tidak bisa mendapatkan nomor porsi, atau nomor porsinya akan gugur,” jelasnya.

Terpisah, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang menjelaskan, dana haji yang bersumber dari setoran pendaftaran haji sesuai amanat Undang-undang Nomor 34 Tahun 2014, dikelola oleh BPKH. Setoran Rp 25 juta itu dikelola oleh BPKH selama masa daftar tunggu.

Menurut Marwan, dapat dipastikan bahwa yang mengelola uang haji adalah BPKH. DPR selalu mengawasi dan meminta perkembangan kelolaan ke BPKH agar uang haji dapat dipantau dalam prosedur yang baik dan menghasilkan.

“Hasil kelolaan BPKH itu yang melunasi seluruh kebutuhan berangkat haji setiap jemaah. Jemaah haji kita pada dasarnya hanya membayar rata-rata Rp 35 juta, padahal biaya haji dibutuhkan sekitar Rp 64 juta-Rp 70 juta setiap jemaah. Untuk mencukupi itulah BPKH diamanatkan mengelola uang haji agar tertutupi kekurangannya,” jelas dia. (rso)