Jamiluddin Ritonga

Kastara.ID, Jakarta – Pemerintah telah memutuskan menunda pelaksanaan pemindahan Ibukota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur. Keputusan ini diambil lantaran pemerintah tengah fokus menangani pandemi virus corona atau Covid-19. Hal itu disampaikan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa saat mengikuti rapat dengan DPR, di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (8/9).

Suharso menambahkan, meski ditunda, tim komunikasi dan koordinasi strategis tetap mendapat alokasi anggaran pada 2021. Suharso menjelaskan, pihaknya mengusulkan pagu anggaran tahun 2021 mencapai Rp 1,7 triliun.

Jumlah tersebut mengalami kenaikan sebesar Rp 240 miliar dari pagu semula sebesar Rp 1,5 triliun. Namun politisi PPP ini menyebut, pagu anggaran 2021 lebih rendah dibanding tahun ini sebesar Rp 1,8 triliun.

Menanggapi hal itu, Pakar Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul M Jamiluddin Ritonga mengapresiasi soal penundaan kepindahan ibukota negara. Keuangan negara, jelasnya, memang lebih tepat dialokasikan untuk penanganan pandemi Covid-19 daripada membangun ibukota negara yang baru.

Jamiluddin menjelaskan, pembangunan ibukota negara yang baru sejak awal memang sudah kontroversial. “Kondisi keuangan negara yang terbatas dinilai tidak bijak untuk membangun ibukota negara, apalagi kalau uang digunakan berasal dari hutang,” jelasnya, Selasa (8/9).

Rencana pemindahan ibukota idealnya juga harus mendapat persetujuan dari rakyat. “Dalam negara demokrasi, seyogyanya persetujuan itu melalui referendum,” ungkap Dosen Metodologi Penelitian Kualitatif dan penulis buku Riset Kehumasan itu.

Referendum diperlukan karena menurutnya, persoalan ibukota negara berkaitan langsung dengan kepentingan rakyat. “Rakyat harus ditanya langsung apakah setuju ibukota negara dipindahkan. Termasuk tempat pindahnya ibukota negara yang baru,” tandasnya.

Bahkan, tambahnya, rencana pemindahan ibukota negara yang diinisiasi para elit sebaiknya tidak hanya ditunda tapi dibatalkan.

“Jadi pemindahan ibukota negara akan tetap dilaksanakan bila rakyat memang menghendakinya, bukan karena kehendak penguasa. Hal itu layak dilaksanakan apabila bangsa ini memang bersungguh-sungguh melaksanakan demokrasi,” pungkasnya. (ant)