Kastara.id, Jakarta – Setelah peredaran vaksin palsu, saat ini DPR RI juga menyorot ditemukannya kasus yang sama pada obat keras. Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) pun didorong untuk memaksimalkan pengawasan dengan melakukan cek dan ricek peredaran obat di pasar.

“Obat itu memiliki logo hijau, biru, dan merah. Untuk yang berlogo hijau boleh dijual bebas, yang berlogo biru bisa dijual di toko obat dan apotik, sementera yang berlogo merah sebagai obat keras. Menjualnya harus selektif. Kalaupun dijual di apotik, membelinya harus melalui resep dokter yang asli,” kata Anggota Komisi IX DPR RI Imam Saroso di Jakarta (8/8).

Imam mengatakan, kalau ada obat  berlogo merah sebagai obat keras, beredar di toko obat, itu perlu dipertanyakan siapa yang bermain dan menjualnya. Seharusnya obat semacam itu hanya ada di apotik dan membelinya harus dengan resep dokter.

Masalah perizinan juga harus jelas. Apakah telah melalui prosedur atau tidak, karenanya manajemen pemasaran obat harus jelas. “Komsi IX terus melakukan sidak bersama BPOM mencari informasi dari berbagai pihak. Kalau ada laporan melalui media atau di internet, hal itu akan dibahas di rapat kerja dengan Menteri Kesehatan dan Kepala BPOM,” ujarnya.

Imam mengatakan, saat ini peredaran obat di tengah masyarakat tidak terkontrol, sehingga sangat rawan mengancam kesehatan. Sebaliknya, kepada masyarakat, Imam meminta agar mempergunakan BPJS dan berobat di lembaga kesehatan yang resmi, seperti rumah sakit atau puskesmas.

“Manfaatkan itu. Tidak bayar, karena negara telah menngucurkan dana yang sangat besar. Gunakanlah BPJS secara maksimal, tidak perlu membeli obat di pasar bebas yang sangat rawan dengan obat palsu dan penggunaan yang tidak sesuai prosedur. Itu sangat berbahaya,” katanya. (rya)