Difteri

Kastara.id, Jakarta – Mewabahnya penyakit difteri di 20 provinsi mengejutkan kita semua sehingga menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB). DPR pun angkat bicara.

Adalah anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS Adang Sudrajat meminta Kementerian Kesehatan untuk mengaudit sistem fasilitas Cold Chain di seluruh Indonesia.

Menurutnya, Kementerian Kesehatan lalai dalam melakukan gerakan preventif sehingga terjadi KLB dengan wabah difteri di 20 provinsi dan 95 daerah di seluruh negara Indonesia,” jelas Adang di Jakarta, Selasa (12/12).

Dokter lulusan Universitas Padjadjaran, Bandung, ini menambahkan, pengadaan alat canggih dan kedaruratan medik berupa Cold Chain tersebut selama ini hanya dinikmati oleh segelintir orang. Keadaan ini merupakan fakta di lapangan bahwa Kementerian Kesehatan telah melalaikan perbaikan Cold Chain (rantai dingin) pada distribusi vaksin ke seluruh negeri.

“Saya lihat ada hal yang tidak seimbang pada kebijakan Kementerian Kesehatan ini pada prioritas pelayanan kesehatan. Masih banyak hal yang perlu diperbaiki sehingga kejadian luar biasa wabah di masa yang akan datang tidak perlu terjadi,” jelas wakil rakyat dari Daerah Pemilihan Kabupaten Bandung dan Bandung Barat ini.

Di sisi lain, Adang menguraikan penyebaran wabah Difteri yang begitu cepat menandakan Undang-Undang Karantina Kesehatan perlu ditinjau ulang. UU tersebut, tambahnya, tidak mampu memberikan kesempatan pihak-pihak terkait untuk dapat bergerak cepat mengatasi kejadian yang ada.

Sehingga, pembatasan keluar masuk daerah rawan penularan tidak dapat diantisipasi secara cepat dan menimbulkan pemerataan wabah.

“Saya mendorong agar pengesahan Undang-Undang tentang kesehatan yang sudah selesai pembahasan di tingkat satu itu, jangan sampai dibiarkan tersandera karena ada ide untuk membuat lembaga karantina terpadu,” ucap Adang.

Karena itu, dirinya meminta Kementerian Kesehatan untuk mengaudit secara periodik sistem dan fasilitas Cold Chain di seluruh Indonesia sebagai bahan untuk mengambil kebijakan anggaran yang akan disampaikan ke Komisi IX DPR RI. “Sehingga kualitas vaksin tetap terjamin sampai ke pihak akhir (end user),” tambahnya. (danu)