Protokol Covid-19

Kastaras.ID, Jakarta – Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo berbicara blak-blakan terkait isu anak buah kapal (ABK) yang bekerja di kapal asing misalnya, Menteri Edhy memaparkan pihaknya memiliki dua opsi solusi yang diajukan ke Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves).

Opsi pertama ialah menyetujui masukan dari Duta Besar Indonesia di Selandia Baru untuk melakukan moratorium ABK Indonesia di kapal perikanan asing. Opsi kedua, memberikan masukan teknis untuk perizinan ABK yang akan bekerja di kapal asing.

“Dua ini terserah mana yang akan disetujui. Jadi intinya adalah, ini (ABK) masalah kompleks,” jelas Menteri Edhy kepada 28 pemimpin redaksi media massa, baik cetak, televisi dan online dalam forum diskusi Chief Editor Meeting (CEM) yang digelar secara virtual pada Rabu (13/5).

Jika nantinya opsi moratorium yang diambil, Menteri Edhy menyebut KKP siap memberikan akses lapangan kerja agar para ABK Indonesia bekerja di kapal perikanan lokal. Bahkan, pihaknya telah menyiapkan kemudahan perizinan bagi para pemilik kapal perikanan agar mereka bisa menyediakan lapangan kerja.

“Hitungan saya kita masih butuh ABK, kalau satu kapal butuh 30 ABK, 1.000 kapal butuh 30.000 (ABK),” sambungnya.

Karenanya Menteri Edhy berkomitmen untuk menyelasaikan persoalan ABK dari hulu terlebih dahulu. Caranya, dengan membangun komunikasi dengan Kementerian Tenaga Kerja serta Kementerian Perhubungan untuk menyamakan persepsi. Terlebih dua lembaga tersebut memiliki kewenangan berdasarkan undang-undang untuk memberikan izin bekerja kepada para ABK.

“Dari sisi aturan, memang kalau kita lihat KKP sendiri tidak punya wewenang untuk memberikan izin. Ada dua yang punya wewenang, Kemenaker (melalui UU Tenaga Kerja), dan Kemenhub (Melaui UU Pelayaran),” kata Menteri Edhy.

Bahkan, sebelum ramai pemberitaan tentang pelarungan ABK di media Korea Selatan beberapa hari lalu, Menteri Edhy mengaku telah mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi IX pada 15 Februari 2020, yang membahas tentang nasib ABK di kapal asing. Hasil kesimpulan rapat tersebut menyepakati agar ketiga lembaga yakni KKP, Kemenaker, serta Kemenhub melakukan pendalaman guna menyusun penyelesaian di sektor hulu.

“Nah, kemarin tiga hari yang lalu kita diundang Kemekomarves, kita diminta pemantapan,” urainya.

Sementara saat ini, terdapat empat cara yang biasa dilakukan para ABK hingga akhirnya mereka bisa bekerja di kapal asing. Cara pertama keluar melalui Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI), kedua menggunakan izin dari Kementerian Perhubungan.

Cara ketiga ialah keluar setelah mendapatkan izin dari Pemda dan terakhir melalui jalur ilegal, “Masalah utamanya bukan di hilir tapi di hulu,” tandasnya. (mar)