Vaksinasi

Kastara.ID, Jakarta – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menegaskan, vaksin AstraZeneca yang sudah diterima Indonesia akan kedaluwarsa pada Mei 2021. Sehingga vaksin Covid-19 asal Inggris itu harus dihabiskan dalam waktu kurang dari tiga bulan. Padahal saat ini sudah sebanyak 1.113.600 dosis vaksin AstraZeneca telah tiba di Indonesia.

Anehnya, kondisi ini baru diketahui. Budi mengaku baru tahu jika masa kedaluwarsa vaksin AstraZeneca hanya tinggal beberapa bulan saja. Saat mengikuti Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR RI (15/3), Budi menegaskan hal ini menjadi sangat critical karena vaksin tersebut sudah datang.

Budi menjelaskan vaksin Covid-19 biasanya bisa digunakan enam bulan hingga satu tahun. Namun ternyata vaksin AstraZeneca mempunyai masa kadaluwarsa yang lebih pendek. Hal ini menurut Budi akan menjadi perhatian Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan pihak terkait.

Mantan wakil menteri BUMN menambahkan, saat ini pihaknya terpaksa menunda pemakaian vaksin AstraZeneca. Menyusul adanya kasus pembekuan darah di beberapa negara yang menggunakan vaksin AstraZeneca. Itulah sebabnya pnggunaan AstraZeneca masih menunggu kajian dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta Ahli Imunisasi Nasional (ITAGI).

Selain itu vaksin AstraZeneca juga bermasalah dengan interval atau jarak waktu penyuntikan dari dosis pertama ke dosis kedua. Vaksin Covid-19 yang lain intervalnya 14 hingga 28 hari. Sedangkan vaksin AstraZeneca membutuhkan waktu 9 hingga 12 pekan untuk penyuntikan dosis kedua.

Sebelumnya beberapa negara pengguna AstraZeneca di antaranya Irlandia, Denmark, Norwegia, dan Islandia telah menghentikan penggunaan vaksin AstraZeneca. Hal ini setelah ditemukan kasus penggumpalan darah setelah divaksinasi.

Sedangkan di Austria, penggunaan vaksin AstraZeneca dihentikan akibat adanya satu kematian akibat gangguan koagulasi.

Meski demikian Badan Pengawas Obat Eropa (EMA) mengatakan tak ada indikasi kasus tersebut disebabkan oleh vaksinasi. Keterangan serupa juga disampaikan pihak AstraZeneca.

Perusahaan yang berbasis di Cambridge, Inggris itu mengatakan, berdasarkan tinjauan dari data penerima vaksin Covid-19 tersebut tidak menunjukkan bukti adanya risiko pengentalan atau pembekuan darah. (hop)