Pancasila

Kastara.ID, Jakarta – Pemerintah diketahui telah menghapus Pancasila dan Bahasa Indonesia dari Kurikulum Pendidikan Tinggi. Hal itu diketahui setelah keduanya tidak tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 57 tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan. PP tersebut ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 30 Maret 2021 dan diundangkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly pada 31 Maret 2021.

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri pun mengkritik hal tersebut. Menurutnya, seharusnya pemerintah lebih teliti sebelum mengesahkan berbagai peraturan, termasuk tentang pendidikan. Fikri menegaskan Pancasila dan Bahasa Indonesia adalah kurikulum wajib bagi dunia pendidikan di Indonesia. Hal itu sesuai amanat UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

Itulah sebabnya saat memberikan keterangan tertulis, Jumat 16 April 2021, Fikri mengaku heran dengan PP 57/2021 yang tidak mencantumkan Pancasila dan Bahasa Indonesia. Fikri menjelaskan, UU 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi menyatakan kurikulum perguruan tinggi wajib memuat empat mata kuliah, yakni agama, Pancasila, kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia.

Namun dalam PP 57/2021 pasal 40 ayat (3) hanya menyebutkan tiga mata kuliah wajib yaitu pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, dan bahasa. Anggota Fraksi PKS ini menduga ada yang lupa membaca undang-undang sebelum sebelum menerbitkan PP. Padahal menurut Fikri, UU kedudukannya lebih tinggi dibanding PP.

Tanggapan serupa disampaikan Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah yang menyayangkan hilangnya Pancasila dan Bahasa Indonesia dari kurikulum pendidikan tinggi. Basarah mengatakan, kebijakan dalam aturan itu berseberangan dari arah pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang ingin menjadikan Pancasila sebagai arus utama dalam mengelola negara.

Saat memberikan keterangan tertulis (15/4), politisi PDIP ini meminta pemerintah segera mengakhiri polemik Standar Nasional Pendidikan dengan cara merevisi PP 57/2021. Revisi menurut Basarah dengan cara memasukkan kembali Pancasila dan Bahasa Indonesia sebagai mata pelajaran wajib di sekolah dan perguruan tinggi.

Basarah menegaskan, revisi peraturan yang sudah diterbitkan adalah sesuatu yang lumrah. Hal itu menurut Basarah juga untuk menyelamatkan wajah pemerintah dan Presiden Jokowi. (rso)