Kastara.ID, Jakarta – Ketua Umum DPP National Corruption Watch (NCW) Hanifa Sutrisno meragukan hasil survei terbaru Litbang Kompas. Menurutnya, Kepala Litbang Kompas ditelepon oleh jenderal bintang tujuh agar mengeluarkan survei sesuai yang diinginkannya.

Hal itu menjadi sorotan Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Esa Unggul Jakarta, M Jamiluddin Ritonga, saat memberikan pandangannya kepada Kastara.ID, Ahad (17/12) malam.

“Kalau informasi itu benar, tentu menjadi petaka bagi lembaga survei di tanah air. Lembaga survei sudah tidak bisa melakukan survei secara objektif karena adanya intervensi,” ungkap Jamil.

Lembaga survei akan seperti tukang. Mereka, lanjutnya, akan melakukan survei sesuai pesanan. Hasil survei akan selalu disesuaikan dengan kehendak pemesan survei.

“Implikasinya, hasil survei sudah tidak layak lagi untuk dipercaya. Hal ini dalam jangka panjang tentunya akan menjatuhkan kredibilitas lembaga survei di tanah air,” imbuhnya.

Bahkan, kalau Litbang Kompas bisa diintervenai, tentu hal itu hanya bisa dilakukan oleh sosok yang mempunyai kekuasaan sangat besar. Sebab, Litbang Kompas selama ini dinilai lebih mandiri secara finansial dan berintegritas.

“Litbang Kompas harus berani mengungkap sosok yang melakukan intervensi hasil surveinya. Sebab intervensi seperti itu tidak diperkenankan di negara hukum dan negara demokrasi,” jelas pengamat yang juga mantan Dekan Fikom IISIP Jakarta ini.

Menurutnya, kalau intervensi hasil survei itu benar, maka pihak pengintervensi tampaknya ingin mempengaruhi pendapat umum masyarakat Indonesia. Hasil survei itu bisa saja bertujuan sebagai prakondisi Pilpres satu putaran.

“Rakyat ingin ditanamkan dengan hasil survei yang elektabilitas pasangan capres sangat jauh berbeda, memang sudah terlihat dari hasil survei jauh sebelumnya. Karena itu, kalau nanti ada pasangan capres yang menang minimal 50 plus 1, maka rakyat diharapkan dapat memahaminya sebagai hasil yang logis. Rakyat diharapkan dapat menerima menang dalam satu putaran,” tandasnya.

Jadi, lanjut Jamil, hasil surveinya akan dijadikan justifikasi bila nantinya pasangan capres tertentu menang dalam satu putaran. “Untuk itu, semua hasil survei akan dipublikasikan relatif homogen. Hasil survei ini diharapkan akan sinkron dengan hasil pilpres. Dengan begitu, anak bangsa diharapkan akan menerima hasil pilpres,” pungkasnya. (dwi)