Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto mengatakan, hal tersebut bisa terjadi karena berbagai faktor salah satunya rendahnya curah hujan pada periode tersebut.

“Dibandingkan tahun 2022, konsentrasi PM2.5 tahun 2023 cenderung lebih tinggi terutama pada musim kemarau, dipengaruhi munculnya gejala El Nino yang menyebabkan curah hujan rendah dalam periode lebih lama, hingga Oktober, bahkan pengaruhnya berlangsung hingga bulan Desember,” ungkap Asep pada Diskusi Pemantauan Kualitas Udara 2023 dan Strategi Pengendalian Kualitas Udara Melalui Kawasan Rendah Emisi di DKI Jakarta (17/1).

Pada kesempatan itu, Deputy Program Director Climate Change, Energy, Cities and Ocean WRI Indonesia, Almo Pradana mengapresiasi kerja sama dengan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta untuk meningkatkan aksesibilitas data kualitas udara yang dapat menjadi rujukan untuk kebijakan berbasis sains.

“Kita berkomitmen mendukung DLH DKI agar terus memiliki data yang berkualitas dan bisa diakses oleh publik dan juga data-data tersebut juga bisa diterjemahkan menjadi kebijakan percontohan di Indonesia,” kata Almo.

Dia menyampaikan, WRI Indonesia juga mendorong intervensi di sektor transportasi dengan pengembangan kawasan rendah emisi atau low emission zone (LEZ) sebagai salah satu strategi kunci pengendalian kualitas udara dalam hal kerja sama Dinas Linngkungan Hidup DKI Jakarta dengan mitra lainnya.

“Hal ini sejalan dengan kebijakan Pemerintah DKI Jakarta seperti tercantum di Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 576 tahun 2023 tentang Strategi Penanggulangan Polusi Udara untuk mengurangi polusi dari sumber bergerak,” urainya.

Untuk diketahui, disksusi ini diselenggarakan Dinas Lingkungan Hidup DKI bersama Clean Air Catalyst (Catalyst) yang terdiri dari WRI Indonesia dan Vital Strategies.

Catalyst sendiri merupakan sebuah inisiatif yang didukung oleh USAID, melalui konsorsium di tingkat internasional untuk percepatan perbaikan kualitas udara di kota-kota dunia dan memiliki tiga fokus utama dalam penanggulangan dampak buruk polusi udara.

Fokus pertama yakni identifikasi sumber polusi dengan tujuan membangun pemahaman bersama masyarakat mengenai sumber-sumber polusi dan dampak beragam di kota.

Kemudian, kolaborasi mencari strategi untuk solusi terbaik dalam pengurangan emisi di sektor yang paling mencemari. Selanjutnya, Catalyst berkomitmen untuk membangun koalisi strategis yang melibatkan berbagai pihak, untuk mendorong aksi pengurangan emisi demi udara yang lebih sehat.

Catalyst juga turut berkontribusi dalam menambah jumlah alat pengukuran kualitas udara reference grade di DKI pada tahun 2023 lalu sebagai bagian dari dukungan konkret terhadap usaha bersama mengatasi dampak buruk polusi udara.

Tambahan tiga alat pengukuran kualitas udara reference grade di tiga lokasi SPKU, termasuk di Kantor Wali Kota Jakarta Timur, Kantor Wali Kota Jakarta Barat dan Rusun Marunda. Selain itu ada penambahan empat sensor untuk jenis polutan black carbon pada SPKU yang sudah ada untuk mengukur jenis polutan baru. (hop)