Jimly Asshiddiqie dan Mahfud MD

Kastara.ID, Jakarta – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie membantah pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD yang menyatakan boleh melanggar konstitusi untuk menyelamatkan rakyat. Jimly menegaskan pendapat semacam itu kurang tepat.

Saat berkomentar melalui akun twitternya, @JimlyAs (18/3), Jimly menegaskan, sebagai negara hukum, Indonesia tidak boleh melanggar UUD. Menurutnya, pelanggaran terhadap UUD dilarang keras.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) ini menuturkan, dalam UUD 1945 Pasal 12 disebutkan, presiden dapat menetapkan keadaan bahaya dengan menggunakan UUD dibanding melanggar konstitusi. Menurut Jimly, hal ini menjadi dasar dan pintu masuk bagi berlakunya HTN (hukum tata negara) Darurat. Pasal tersebut menjadikan presiden tidak ragu menerapkan keadaan darurat.

Menurut Pasal 12 UUD 1945, Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan Undang-undang. Jimly menilai pasal tersebut tidak relevan. Pasalnya presiden bisa mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu). Sehingga hukum tidak perlu dilanggar. Jimly menambahkan, jika UU atau Perppu Keadaan Bahaya 1959 Jo UU Prp 1960 dinilai ketinggalan, presiden bisa mengeluarkan Perppu baru.

Terkait pernyataan Mahfud MD, Jimly mengatakan, UU yang dijadikan dasar dalam penanganan Covid-19 bukan UUD 1945 Pasal 12 dalam UUD 1945. Anggota DPD RI ini menyebut kondisi saat ini masih normal. Sehingga dalil salus populi suprema lex tidak bisa digunakan.

Penanganan Covid-19 saat ini menggunakan aturan, seperti UU Bencana 2007, UU Karantina Kesehatan 2018, UU Covid 2020. Menurut Jimly tidak satu pun aturan tersebut yang menggunakan pintu darurat Pasal 12.

Sebelumnya saat menghadiri acara silaturrahim dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) dan tokoh masyarakat di Markas Kodam V/Brawijaya, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (17/3), Mahfud MD mengatakan, keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi. Dalam hukum hal itu dikenal dengan dalil yang berbunyi salus, populi, suprema lex.

Maknanya menurut Mahfud, jika ada sebuah aturan yang menghambat upaya penyelamatan rakyat boleh dilanggar, termasuk konstitusi. Menurutnya dalil tersebut sudah umum berlaku dalam ilmu hukum konstitusi. Pasalnya rakyat adalah hukum tertinggi dalam sebuah negara.

Mahfud yang juga mantan Ketua MK ini mencontohkan upaya penanganan Covid-19 yang dilakukan pemerintah saat ini. Demi untuk mempercepat penanganan pandemi aturan atau hukum terkait anggaran bisa dikesampingkan. Upaya menyelamatkan rakyat dari wabah virus corona jauh lebih penting. (ant)