Mahkamah Agung

Kastara.ID, Jakarta – Juru bicara Mahkamah Agung (MA) Andi Samsan Nganro mengatakan, pemerintah berkewajiban memberikan ganti rugi kepada korban kerusuhan Suku Agama Ras dan Antar Golongan (SARA) yang melanda Maluku pada 1999. Hal ini setelah MA menolak permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan pemerintah.

Sebelumnya, pemerintah mengajukan PK atas putusan pengadilan terhadap gugatan classs action yang diajukan korban kerusuhan Maluku. Dalam putusannya pengadian memerintahkan pemerintah memberikan ganti rugi sebesar Rp 3,9 triliun kepada para korban kerusuhan. MA menganggap alasan yang dikemukakan pemerintah atas pengajuan PK tersebut tidak beralasan.

Saat memberikan keterangan pada Senin (19/8) kemarin, Andi menambahkan bahwa pihaknya akan segera mengirimkan berkas putusan PK kepada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat sebagai tempat perkara ini pertama kali diproses. Nantinya PN Jakara Pusat yang akan meneruskan kepada pihak-pihak yang berperkara, baik pemohon maupun termohon.

Sebelumnya pada 2011 korban kerusuhan Maluku, Hibani, Anggada Lamani, Malia, dan Arif Lamina mengajukan gugatan class action ke pemerintah melalui PN Jakarta Pusat. Mereka mewakili 213.217 kepala keluarga korban kerusuhan SARA yang terjadi di Maluku pada 1991. Gugatan diajukan kepada 11 pejabat negara, yakni Presiden RI, Menko Kesra, Mensos, Menko Perekonomian, Menteri Bappenas, Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal, Menko Polhukam, Menteri Keuangan, Gubernur Maluku, Gubernur Maluku Utara, dan perwakilan Pemda Maluku, Maluku Utara, dan Sulawesi Tenggara.

Gugatan tersebut dikabulkan oleh PN Jakarta Pusat pada 18 Desember 2012. Pengadilan mewajibkan pemerintah dan jajarannya memberikan ganti rugi hingga Rp 3,9 triliun. Tidak puas dengan putusan tersebut, pemerintah pun mengajukan upaya banding, mulai dari Pengadilan Tinggi (PT) hingga MA, namun semuanya mentah. (rya)