CPO

Kastara.ID, Jakarta — Setelah menuai polemik dan protes yang semakin meluas, akhirnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan Menteri Tenaga Kerja merevisi aturan terbaru baru program jaminan hari tua (JHT) yang diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT). Permenaker yang baru ini menetapkan bahwa JHT baru bisa dicairkan 100 persen setelah pekerja berusia 56 tahun.

Anggota DPD RI Fahira Idris mengapresiasi inisiatif Pemerintah yang cepat merespons tuntutan masyarakat luas terkait JHT. Protes yang meluas terkait Permenaker ini juga seharusnya menjadi pelajaran bagi Pemerintah bahwa apapun kebijakan yang dikeluarkan terlebih menyangkut hajat hidup orang banyak harus memenuhi landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis yang ketiganya bisa dipenuhi dengan membuka ruang sebesar-besarnya bagi publik untuk berpartisipasi.

“Terlepas dari sudah luasnya protes terkait kebijakan ini, perintah Presiden untuk merevisi aturan JHT ini patut diapresiasi. Saya sangat berharap hasil dari revisi kebijakan JHT ini memenuhi aspirasi terutama pekerja atau buruh. Mudah-mudahan tidak menjadi polemik baru lagi karena sebenarnya masyarakat juga ingin waktunya fokus untuk tenang bekerja. Masyarakat juga menghabiskan energi banyak dalam melakukan protes. Jadi saya mohon revisi ini benar-benar menangkap aspirasi pekerja dan buruh sehingga tidak menjadi polemik baru,” pungkas Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan Jakarta (22/2).

Menurut Fahira, dialog dan membuka ruang partisipasi dengan lapisan masyarakat yang akan terdampak langsung atas sebuah kebijakan Pemerintah adalah sebuah keniscayaan dalam negara demokrasi. Oleh karena itu dirinya meminta dalam melakukan revisi ini, Kemenaker melibatkan seluas-luasnya para pekerja atau buruh, jangan lagi diputuskan sepihak dan tiba-tiba.

‘Jadi sekali lagi, saya berharap revisi aturan JHT ini memenuhi landasan filosofis, sosiologis dan yuridis. Memenuhi landasan filosofis yaitu aturan yang dibuat harus meliputi suasana kebatinan masyarakat. Memenuhi landasan sosiologis artinya aturan yang dibuat memenuhi kebutuhan masyarakat dan memenuhi landasan yuridis yaitu terdapat alasan kuat bahwa aturan baru ini harus hadir untuk menggantikan aturan lama. Semoga revisi aturan JHT ini mampu mengakhiri polemik yang terjadi dan masyarakat bisa lebih tenang dalam bekerja,” tukas Fahira Idris.

Sebagai informasi, Presiden memanggil Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah terkait polemik pencairan dana JHT (21/2). Presiden perintahkan kepada menteri-menteri tersebut untuk menyederhanakan tata cara dan persyaratan pembayaran JHT. (dwi)