PSBB

Kastara.ID, Jakarta – Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul Jakarta, Muhammad Jamiluddin Ritonga menilai tak ada yang istimewa pada pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Sidang Majelis Umum PBB ke-75.

Dalam pidato yang digelar secara virtual, Rabu (23/9) pagi WIB dan menggunakan bahasa Indonesia, sesekali Jokowi menyelingi dengan Bahasa Inggris. Menurut pria yang biasa disapa Jamil itu, Jokowi mendorong PBB untuk lebih responsif dan efektif dalam menyelesaikan tantangan dunia.

Menurut penilaian Jamil, keinginan presiden tersebut terbilang sangat standar dan normatif. Sebab setiap lembaga seperti PBB memang harus responsif dan efektif dalam menyelesaikan berbagai rantangan dunia yang datang silih berganti.

Lembaga yang tidak responsif dengan sendirinya bakal larut serta terbenam oleh aneka permasalahan yang muncul silih berganti. Karena itu, prinsip responsif dan efektif seyogyanya diterapkan di Indonesia. Salah satunya dalam mengatasi wabah pandemi virus Corona (Covid-19).

Namun kita semua tahu, lanjut Jamil, Indonesia dalam menangani pandemi Covid-19 belumlah melaksanakan prinsip responsif dan efektif. “Justeru di awal pemunculan Covid-19 di tanah air, Indonesia tampak lamban. Akibatnya, pandemi Covid-19 hingga sekarang belum mampu diatasi Pemerintahan Jokowi. Bahkan, korban wabah Covid 19 semakin banyak. Belum ada, tanda-tanda wabah ini melandai, Itu artinya, Indonesia belum melaksanakan prinsip responsif dan efektif dalam mengatasi pandemi Covid-19,” papar Jamil.

Selain itu, lanjut Jamil, Presiden Jokowi juga mengajak dunia untuk mengatasi Covid-19 dalam kesetaraan.

Ajakan Jokowi itu memang menjadi salah satu prinsip dalam komunikasi yang efektif. Komunikasi tidak akan efektif bila pihak-pihak yang terlibat dalam penanganan Covid-19 merasa dirinya lebih unggul dari pihak yang lain.

Hanya saja, kata pengajar Metode Penelitian Komunikasi, Krisis dan Strategi Public Relation serta Riset Kehumasan tersebut, prinsip itu juga belum optimal dilaksanakan di Indonesia. Kasus relasi Pemerintah Pusat dan Pemerintah DKI Jakarta misalnya kerap terlihat dalam ketidaksetaraan. Hal ini membuat komunikasi antara Pusat dan DKI Jakarta terganggu dalam mengatasi Covid-19.

“Jadi, ajakan Presiden Jokowi di PBB tersebut seyogyanya diterapkan di Indonesia dengan sungguh-sungguh. Kebiasaan retorik sudah seharusnya ditanggalkan. Perkataan harus sinkron dengan perbuatan agar persoalan Covid-19 dapat diatasi dengan efektif,” pungkas Muhammad Jamiluddin Ritonga. (rfr)