Syariah

Kastara.ID, Jakarta – Pemerintah terus mendorong pengembangan keuangan Syariah, salah satu instrumen kritikal untuk menciptakan pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19 yang produktif, inklusif, dan berkelanjutan. Keuangan syariah dinilai dapat mendorong reformasi struktural melalui penyediaan akses pembiayaan bagi sektor riil. Untuk mencapai target pengembangan keuangan syariah, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kembali menyelenggarakan The Annual Islamic Finance Conference (The AIFC) ke-5 yang berlangsung secara virtual dari 25 hingga 26 Agustus 2021.

“Konferensi internasional ini diharapkan menghasilkan masukan berharga agar Indonesia semakin dekat dengan cita-citanya menjadi negara maju dan pusat keuangan Islam dunia,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Febrio Kacaribu dalam keterangannya, Rabu (25/8).

Mengusung tema “The Role of Islamic Finance in Promoting Economic Recovery: Enhancing Productivity, Financial Stability, Sustainable and Inclusive Growth”, Fokus AIFC ke-5 sejalan dengan isu global saat ini, yaitu pemulihan ekonomi pasca-pandemi. Isu ini sejalan dengan fokus pemerintah dalam mengakselerasi pemulihan dan memperkuat reformasi. Selain itu, pemulihan ekonomi juga selaras dengan topik yang akan dibawa oleh Indonesia pada Presidensi G20 tahun 2022.

“Badan Kebijakan Fiskal selaku unit yang membantu Menteri Keuangan merumuskan kebijakan termasuk terkait keuangan syariah, akan terus mengawal proses reformasi keuangan syariah dengan melibatkan akademisi, praktisi, dan Lembaga internasional,” ujarnya.

Menurut Kepala BKF, ekonomi dan keuangan syariah memiliki karakteristik unik yang memberikannya peran strategis pada pemulihan ekonomi dan reformasi struktural ke depan. Hal ini karena perannya dalam mendorong pemerataan kesejahteraan masyarakat, ekonomi berkelanjutan, dan peningkatan akses pembiayaan seperti melalui zakat, infaq, wakaf, inovasi Green Sukuk, serta pembiayaan UMKM. Lebih dari itu, pertumbuhan keuangan syariah telah melebihi pertumbuhan pasar keuangan konvensional pada dekade terakhir.

“Indonesia duduk pada potensi keuangan syariah yang sangat besar, hal ini disebabkan oleh tingginya populasi penduduk muslim Indonesia dan merebaknya tren digitalisasi di Indonesia. Pemerintah Indonesia perlu terus bergerak berupaya merumuskan kebijakan yang akomodatif agar potensi syariah di Indonesia bisa terealisasi lebih awal,” jelas Kepala BKF.

AIFC ke-5, lanjutnya, merupakan hasil kolaborasi antara Kemenkeu, The Islamic Development Bank Institute (IsDB), Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI), dan Universitas Indonesia.

“Di dalam konferensi, akan ada sesi pemaparan makalah dari berbagai akademisi dan praktisi ekonomi syariah untuk menambah wawasan pemerintah untuk mengembangkan ekonomi syariah di Indonesia,” pungkasnya.

Sebagai informasi, seminar AIFC ke-5 ini akan diisi oleh ekonom dan ahli keuangan syariah terkemuka, di antaranya Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati dan Acting Director-General, IsDBI, Sami Al-Suwailem. Selain itu, terdapat narasumber yang sangat berpengetahuan di bidang ekonomi syariah pada sesi kuliah umum, yakni World Bank Managing Director of Development Policy and Partnerships Mari Elka Pangestu dan Council of Professor FEB Universitas Indonesia, Prof. Bambang Brodjonegoro. Seluruh diskusi panel akan diisi oleh pakar dari Islamic Development Bank, akademisi, Pemerintah, praktisi, serta industri. (mar)