Mahasiswa Papua

Kastara.ID, Jakarta – Mahasiswa Papua yang kembali ke daerah asal lebih dari 2.000 orang sejak insiden di depan asrama mahasiswa Papua di Surabaya, Agustus lalu. Sebagian dari mereka bahkan tidak berniat melanjutkan studi lagi.

Micha Dawi, mahasiswa jurusan arsitektur yang berkuliah di sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta Selatan mengatakan bahwa mereka pulang bukan lagi untuk kembali, tapi kami pulang untuk menuntut hak politik kami, artinya ‘referendum’.

Meskipun soal klaim mahasiswa Papua yang mengatakan tidak aman berada di ibukota, Polri menjamin keamanan bagi masyarakat Papua yang tengah menimba ilmu di mana pun berada. Bila ada yang merasa tidak aman, mereka bisa melaporkan hal tersebut.

Kapolda Papua Irjen Rudolf A Rodja menjelaskan bahwa pendataan yang dilakukan Polda Papua terkait kepulangan para mahasiswa tersebut berasal dari data manifes pesawat yang tiba di Bandara Sentani. Dan kesulitan mendata mahasiswa yang kembali menggunakan transportasi laut.

Di lain sisi, Gubernur Papua Lukas Enembe meminta mahasiswa yang pulang ke Papua untuk kembali ke kota studi masing-masing (23/9). Hal itu ia katakan secara tegas, menyusul gagalnya upaya komunikasi yang ia akui telah coba dibangun dengan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP).

Hingga Rabu (25/9), Universitas Papua di Manokwari, Papua Barat, belum menerima satu pun pendaftaran dari mahasiswa yang berencana pindah kuliah ke tanah Papua.

Pasalnya, kapasitas mahasiswa di kampus tersebut sudah mencapai batas maksimum dan daya tampung juga terbatas. Hal ini juga disampaikan oleh Pembantu Rektor 1 Uncen, Onesimus Sahuleka.

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang mengkaji isu Papua, Adriana Elisabeth, mengaku khawatir dengan masa depan generasi muda Papua dan Papua Barat, apabila mahasiswa yang kembali ke Papua berakhir tidak menyelesaikan pendidikan mereka. (rya)